Secara geografis Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia yang menghubungkan dua benua (Asia-Australia) dan dua samudra ( Hindia dan Pasifik). Merupakan bagian utama jaringan serta jantung perdagangan di belahan dunia timur. Di Laut wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara sahabat yaitu India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepulauan Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste dan di Darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu ; Malaysia, Papua Nugini dan RDTL. Selain itu terdapat 92 (sembilan puluh dua) buah pulau kecil terluar yang merupakan halaman Negara dan tiga belas diantaranya membutuhkan perhatian khusus.
Mari kita lihat seperti apa pemerintah Kolonial
melakukan penetapan batas pada zamannya. Penetapan batas negara antara RI – Malaysia di Pulau Kalimantan sudah
dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan Inggeris pada rentang waktu
antara tahun 1891-1930[1]. Sebagai negara kolonial, Belanda dan Inggeris pada
zamannya adalah dua negara besar,
sehingga patut dipercaya bahwa teknologi dan kemampuan perpetaan mereka
pada zaman itu adalah perpetaan yang terbaik pada zamannya. Untuk penegasan batas antara negara taklukan
mereka di Kalimantan para ahli perpetaan kedua negara itu pada umumnya
memanfaatkan semaksimal mungkin tanda-tanda alam di lapangan. Karena itu batas
kedua negara di pulau ini mereka lakukan dengan memanfaatkan garis batas
alamiah berupa punggung gunung yang mengikuti garis pemisah air (Watershed),
sisi kanan sungai dan garis lurus.
Garis batas tersebut di mulai dari pulau Sebatik di
pantai Timur (Kalimantan Timur – Sabah) ke arah Barat sampai di Tanjung Datu di
pantai Barat (Kalimantan Barat – Sarawak). Secara
umum perbatasan itu telah mengikuti watershed dan
garis lurus sebagaimana yang dituangkan oleh kedua negara dalam Traktat. Penetapan
batas kedua negara telah dilakukan oleh pemerintah Belanda dan Inggeris di wilayah itu sejak tahun 1891, 1915 hingga
tahun 1928. Dasar-dasar ketentuan hukum tentang penetapan perbatasan wilayah
Republik Indonesia – Malaysia di Kalimantan lalu mereka tuangkan dalam treaty
atau Traktat. Demikian juga antara RI-PNG di Papua. Hal yang sama dilakukan oleh
Belanda dan Portugal di Pulau Timor. Nanti kita disuguhkan secara detail
lagi.
Wilayah perbatasan memiliki nilai strategis baik sebagai
kedaulatan, sebagai pangkal pertahanan, sebagai halaman depan kebanggaan juga
sebagai titik dasar dalam penetapan garis batas wilayah territorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen
Indonesia. Sebagai halaman depan bangsa ia sekaligus jadi pusat interaksi
perekonomian, sosial budaya dengan negara tetangga dalam suatu kerangka
masyarakat Asean dan Dunia. Karena itu tidak diragukan lagi Garis Batas
Negara mempunyai arti penting dalam pembangunan kedaulatan negara. Karena
itu kita Perlu Tahu Bagaimana
Batas Negara
itu di tegaskan.
Wilayah perbatasan merupakan wilayah terdepan dari
kedaulatan negara kita dan mempunyai peranan penting dalam memelihara kebersaman, pemanfaatan sumberdaya, kepastian
hukum bagi penyelenggaraan aktivitas dan kegiatan masyarakat serta untuk
menjaga keamanan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pembangunan wilayah perbatasan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari pembangunan nasional hakekatnya mempunyai nilai strategis karena mempunyai
dampak penting bagi kedaulatan Negara
dan merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi. Kerja
sama ekonomi di Perbatasan akan memberikan berbagai keuntungan bagi kedua warga
perbatasan.
Selain itu pengelolaan wilayah perbatasan mempu nyai keterkaitan yang saling memengaruhi
antara kegiatan yang dilaksanakan di wilayah perbatasan dengan wilayah lain,
juga mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik di daerah
maupun nasional, serta merupakan faktor pendorong bagi peningkatan
kesejahteraan ekonomi
masyarakat di wilayah perbatasan. Wilayah perbatasan
darat dan pulau-pulau terluar sampai saat ini sebagian besar masih merupakan wilayah terisolir dan tertinggal serta
umumnya masyarakatnya masih hidup miskin. Implementasi
kebijakan yang telah dilakukan masih menunjukkan rendahnya keberpihakan, perhatian pembangunan
di wilayah perbatasan. Akibatnya berbagai bentuk dan jenis ancaman baik militer
maupun nir militer dengan menggunakan wilayah perbatasan sebagai pintu masuk
Indonesia, begitu mudah dilakukan.
Arah kebijakan pengelolaan di wilayah perbatasan telah
berubah dan diubah sejak berdirinya BNPP
dari kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi
kedalam (inward looking) menjadi keluar (outward looking). Paradigma
pengelolaan secara “outward looking” tersebut diarahkan untuk mengelola wilayah
perbatasan sebagai halaman depan negara yang berfungsi sebagai pintu gerbang
keluar/masuk orang, barang dan semua aktivitas, khususnya ekonomi dan
perdagangan dengan negara tetangga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi perbatasan di Indonesia, baik perbatasan darat
maupun laut berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan
negara-negara tetangga yang berbatasan, dimana setiap negara memiliki
karektaristik yang berbeda. Beberapa negara tetangga memiliki kondisi sosial
dan ekonomi yang lebih baik, namum sebagian lainnya memiliki kondisi sosial
ekonominya lebih terbelakang. Dengan adanya kondisi tersebut, maka
masing-masing kawasan perbatasan memerlukan pendekatan yang berbeda.
Pengembangan
wilayah atau kawasan perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan
kawasan perbatasan yang menyeluruh meliputi berbagai sektor dan kegiatan
pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif, mulai Pemerintah Pusat sampai ke tingkat Kabupaten/ Kota dan kecamatan
serta Desa. Pola penanganan tersebut dapat di jabarkan melalui penyusunan
program pembangunan berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horizontal di pusat maupun vertikal
dengan pemerintahan daerah, sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat
strategis sampai dengan operasional sesuai dengan fungsi masing-masing sektor.
Fungsi
pertahanan negara memiliki peran yang vital, yakni salah satu pilar berdiri
tegaknya negara. Fungsi pertahanan negara tidak sekedar memperlengkapi diri
dengan Alutsista yang modern akan tetapi melalui suatu Strategi Pertahanan
Negara yang efektif dalam mendayagu nakan
segenap sumber daya pertahanan bagi perwujudan daya tangkal (deference
capability) yang mampu meniadakan setiap bentuk ancamanan. Kalaupun selama ini
yang terlihat sektor pertahanannya yang lebih menonjol, sebenarnya hal itu
dikarenakan lemahnya sektor non pertahanan itu sendiri. Misalnya petugas negara
non pertahanan yang di tugaskan ke wilayah perbatasan umumnya tidak ada yang
berjalan secara efektip dan petugasnya tidak sampai di perbatasan tetapi mereka
tetap menerima gaji secara utuh.
Ruang
wilayah negara merupakan kesatuan wadah yang menentukan keberhasilan missi
pertahanan negara. Karena itu perlu di kelola secara benar dan
berkesinambungan. Salah satu upaya dalam pengelolaan wilayah adalah melalui
Penataan Ruang Wilayah Nasional yang di selenggarakan secara terencana, terpadu
oleh pemerintah dengan melibatkan segenap masyarakat dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Dalam perspektif
pertahanan, penataan ruang wilayah negara di selenggarakan dengan strategi
penataan ruang kawasan pertahanan baik pada masa damai maupun dalam situasi
perang. Kedepan aspek penataan ruang kawasan pertahanan akan semakin penting
untuk ditangani dan penanganannya secara lintas sektoral. Persoalan tata ruang
di masa mendatang akan semakin kompleks dan perlu koordinasi yang baik.
Konteks Strategis Wilayah dan Garis Per batasan
Dengan
merebaknya isu-isu keamanan non-tradisional, telah menimbulkan implikasi dalam
pola interaksi internasional. Implikasi tersebut berupa terjadinya perubahan
tata hubungan internasional yang ditandai dengan munculnya berbagai persepsi,
konsepsi dan pendekatan yang harus di kaitkan dengan berbagai penyelesaian
permasalahan global maupun regional, baik dalam konteks pengaturan tata
hubungan antar negara maupun dalam pola pengaturan keamanan internasional, yang
pada gilirannya berpengaruh terhadap kebijakan nasional.
Realitas
yang ada bahwa keamanan nasional yang kini dihadapi mempunyai keterkaitan
dengan isu-isu yang berdimensi eksternal, yang tidak terlepas dari akumulasi
aspek instabilitas ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam, yang cenderung
bersifat asimetris. Keterpurukan ekonomi, gejolak politik domestik terganggunya
keamanan dan semakin tajamnya kesenjangan sosial di tengah-tengah
masyarakat telah memicu konflik komunal,
banyak di pengaruhi oleh kecenderungan lingkungan strategis secara signifikan.
Kondisi tersebut senantiasa berubah dengan cepat dan penuh ketidak pastian,
sehingga dapat mengancam stabilitas keamanan nasional yang pada dasarnya
menjadi tumpuan bagi kelangsungan pemba ngunan
di semua aspek kehidupan nasional.
Pada
tingkat global, perkembangan demokrasi menjadi indikator penting dan universal
dalam mengontrol kehidupan politik negara-negara berkembang, sehingga dapat
menekan tingkat pelanggaran kemanusiaan (HAM) dan mendorong upaya perdamaian
global. Dengan semakin besarnya peran
PBB dan masuknya Indonesia dalam jajaran Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB
serta jadi kelompok G-20, membuka peluang bagi upaya baru dan revitalisasi PBB
dalam mengatasi sejumlah komflik di berbagai kawasannya khususnya di negara
berkembang di kawasan Asia tenggara dan Asia Timur.
Pada
tingkat regional, perkembangan kinerja ASEAN relatif dapat memberikan kontribusi
dalam mendorong kerjasama ekonomi dan keamanan, termasuk semakin meluasnya
jaringan ASEAN, menyusul terlibatnya sejumlah negara di luar kawasan dalam
kerjasama regional ASEAN (ASEAN Plus 3 dan 6). Gagasan Gagasan “Security
Community” dan peran ASEAN Regional forum dapat menjadi pintu dan sekaligus
media strategis dalam mengembangkan kerjasama dan dialog dalam meningkatkan
rasa saling percaya serta penyelesaian konflik di kawasan. Penanganan sejumlah
kejahatan trannasional termasuk terorisme dapat di atasi secara signifikan dan
tergolong mengalami kemajuan, sehingga dunia internasional semakin memberikan
perhatiannya dalam mendukung mempertahankan stabilitas di kawasan.
Sedangkan
pada tingkat nasional, perkembangan demokrasi mengalami kemajuan pesat dan masyarakat
mulai semakin dewasa dalam menentukan sikap politiknya, sehingga melahirkan
kesadaran akan pentingnya kesinambungan pembangunan ekonomi dan keamanan serta
pemeliharaan lingkungan berkaitan dengan terjadinyanya berbagai krisis dan
bencana alam. Tersedianya cadangan dan potensi sumberdaya nasional yang
memadai, dapat diolah dan di dayagunakan sedemikian rupa dalam rangka
kepentingan terselenggaranya pembangunan nasional dan pertahanan negara di masa depan.
Kerjasama Antar Negara
Belum
oftimalnya keterkaitan pengelolaan perbatasan dengan kerjasama sub Regional
maupun Regional. Kerjasama bilateral, sub regional, maupun regional memberikan
suatu peluang besar bagi pengembangan kawasan perbatasan. Kerjasama regional
dan sub regional yang ada saat ini seperti ASEAN, Indonesia
Malaysia Singgapura – Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia Malaysia Thailand –
Growth Triangle (IMT-GT), Australia Indonesia Develop ment Area (AIDA), maupun Brunai Indonesia Malaysia Philipina
– East Asian Growth Area.
Pada
umumnya meliputi provinsi-provinsi di wilayah perbatasan di Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan investasi. Namum
demikian bentuk-bentuk kerjasama ini belum memiliki keterkaitan dengan
pembangunan kawasan perbatasan, karena kondisinya yang tertinggal dan
terisolir. Kini isolasi itu sudah dibenahi. Jalan parallel perbatasan sudah
dibangun. Pembangunan infrastruktur sudah dimulai. Jadi tidak ada lagi alasan
yang membuat gerak ekonomi perbatasan tertahan. Kini peran Pemda sangat diharapkan.
Kalau wilayah perbatasannya sudah maju tentu akan mendukung pertumbuhan ekonomi
di kawasan secara kese luruhan.
Selama
ini karena kerjasama antar negara untuk menanggulangi pelanggaran hukum di
kawasan perbatasan seperti illegal logging, illegal fishing, penyelundupan
narkotika, pelanggaran batas negara dan berbagai jenis pelanggaran lainnya
belum di laksanakan secara oftimal karena adanya isolasi. Di beberapa daerah
kepulauan misalnya kepulauan Riau, Sangihe dan talaud, perairan Kalimantan
Timur, Papua dan NTB dan NTT, meski
sudah dilakukan “penenggelaman kapal” tetapi masih saja terdapat beberapa
nelayan asing teruitama dari Thailand dan philipina yang melakukan kegiatan
penangkapan ikan tanpa ijin karena ketidak tahuan batas laut antara kedua negara.
Pembicraan bilateral untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan negara
tetangga perlu di lakukan, mengingat sumberdaya yang telah di curi selama ini
merugikan negara dalam jumlah yang cukup
besar.
Semua
itu dan dalam rangka memelihara, membangun dan memperkuat keutuhan wilayah Negara, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat maka sudah selayaknya kita dapat mempercepat penyelesaian penegasan perbatasan
negara secara benar. Dengan mengetahui batas yang benar maka barulah bisa untuk
lebih memperhatikan keterpaduan pembangunan sarana dan prasarana yang bisa
menghubungkan wilayah NKRI dengan dunia luar. Buku ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran
secara utuh penetapan dan penegasan batas wilayah negara yang terkait penetapan dan penegasan perbatasan mulai dari
teori berawal mulai dari munculnya
perbatasan yang di representasikan garis batas, tugu-tugu batas, pos-pos lintas
batas serta berbagai asesori perbatasan lainnya seperti jalan raya, jalan
inspeksi, jalan tikus, Papan Nama, Gapura dan sosok atau Beacon. Tentu saja
Buku ini masih jauh dari sempurna namun demikian akan terus diupayakan agar
dapat menampilkan realitas maupun
semangat yang menyertai penegasan batas di perbatasan. Diyakini materi dan penyajian
dalam penulisan buku terkait penetapan dan penegasan perbatasan ini masih
sangat sederhana dan masih terdapat berbagai keterbatasan. Karena itu masih
diperlukan bantuan para pihak khususnya pemerintah daerah, Kodam perbatasan, instansi terkait dan masyarakat di wilayah perbatasan untuk
ikut serta memberikan dan melengkapi berbagai informasi yang telah ada.
Sebagai akhir kata, disampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku penetapan dan penegasan
Wilayah Perbatasan ini sehingga bisa sampai ketangan anda.
[1] Surveyor Belanda waktu itu DPP seorang
Letnan dari korps Zeni Belanda, melakukan mobilisasi Timnya ke perbatasan lewat
Sungai dan jalan darat. Tetapi yang menakjubkan adalah hasil ukuran mereka yang
kalau dibandingkan dengan teknologi sekarang (Citra Satelit) hasilnya nyaris
sama. Topografi TNI-AD telah melakukan penelitian secara detail hasil
ukuran Belanda-Inggris 100 tahun yang
lalu hasilnya sama.
Bagaimana negara menyusun organisasi penanganan penegasan perbatasan. Indonesia mempunyai perbatasan dengan sepuluh negara tetangganya. Dari kesepuluh itu ada tiga diantaranya yang mempunyai batas darat dengan Indonesia, yakni dengan Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Tetapi setelah 35 tahun lebih melakukan penegasan batas ternyata sampai sekarang belum ada satupun yang sudahselesai. Begitu juga dengan wilayah perbatasannya. Merand dan terisolasi.
Padahal dari segi potensi dan posisi geografinya yang strategis, wilayahperbatasan layak dijadikan Bernada Depan Bangsa. Tapi hal itu belum dilakukan. Ada apa sebenarnya masalahnya?
No comments:
Post a Comment