UU Pilkada justru mengebiri kewenangan KPU dan menumpulkan
kewenangan Bawaslu
Komisi
Pemilihan Umum tak menutup kemungkinan akan mengajukan uji materi atau judicial
review ke Mahkamah Konstitusi terkait hasil revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada. Hal itu
terkait pasal yang mengesankan bahwa KPU menjadi lembaga yang tak lagi mandiri
dalam mengambil keputusan. "Kalau memang akan membuat KPU tidak mandiri,
tentu perlu di judicial review," kata Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay,
melalui pesan teks, Minggu (5/6/2016) malam.
KPU
belum mengambil keputusan terkait hal tersebut sebab hasil revisi UU Pilkada
baru akan mulai dibahas mulai hari ini, Senin (6/6/2016). Pada Pasal 9 revisi
UU tersebut, disebutkan bahwa tugas dan wewenang KPU adalah menyusun dan
menetapkan peraturan KPU serta pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang
keputusannya mengikat.
Mengebiri
Kemandirian KPU
Komisioner
KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menganggap bahwa sejumlah isu dalam revisi UU
Pilkada menjadi hal menarik untuk dibahas di internal KPU, termasuk poin
tentang kemandirian KPU. "Soal kemandirian KPU, UUD 1945 tegas menyatakan
bahwa KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kita bahas revisi dululah
secara menyeluruh. Hasil revisi pun belum dapat," kata dia. Komisi II DPR
telah menyepakati untuk mengesahkan revisi UU Pilkada menjadi UU dalam sidang
paripurna yang diwarnai perdebatan pada Kamis (2/6/2016).
Ketua
Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, setidaknya ada 17 poin substansi
penting di dalam pembahasan revisi UU Pilkada. "Melalui perdebatan yang
panjang, pada akhirnya seluruh substansi dari RUU Pilkada ini dapat diselesaikan
Komisi II dan pemerintah melalui musyawarah mufakat," kata Rambe saat
sidang paripurna.
Sejumlah
pihak menilai bahwa penyelenggara pemilu layak mengajukan uji materi ke MK
terkait sejumlah pasal yang dinilai justru merupakan kemunduran dari penyelenggaraan
Pilkada. Peneliti Senior Para Syndicate Toto Sugiarto berpendapat bahwa UU
Pilkada tersebut justru menumpulkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Meski kewenangan Bawaslu ditingkatkan dengan bisa menjatuhkan sanksi
administratif berupa diskualifikasi pasangan calon kepala daerah, namun di sisi
lain politik uang dilegalkan."Artinya Bawaslu mendapat kewenangan kosong
karena yang akan diberi sanksi sudah dilegalkan," ujar Toto di Kantor Para
Syndicate, Jumat (3/6/2016).
Adapun
dalam Pasal 73 disebutkan bahwa calon dan atau tim kampanye dilarang
menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi
penyelenggara pemilihan dan atau pemilih. Pada bagian penjelasan, yang tidak
termasuk memberikan uang atau materi lain itu meliputi pemberian biaya
kampanye, biaya transportasi peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye
pada pertemuan terbatas dan atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah
lain berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan
dengan peraturan KPU (Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2016/06/06/05172691/kpu.pertimbangkan.ajukan.judicial.review.uu.pilkada.ke.mk)