Cara Zun Tsu Memenangkan Pilkada
Strategi Menawarkan
Seorang Pemimpin. Istilah strategi berasal dari kata Junani, yaitu strategia.
Secara historis istilah ini mulai digunakan sejak 500 tahun SM, terutama di
kalangan militer, strategi mejadi ilmu yang harus dimiliki oleh panglima
perangnya (jenderal). Salah satu yang
paling menonjol adalah jenderal Sun Tzu, yang mengartikan, strategi adalah
sebagai suatu cara untuk dengan mudah menaklukan lawan, kalau perlu tanpa
pertempuran (battle) atau dengan kata lain strategi diperlukan jika ada lawan
(Michaelson 2004).
Untuk itu, secara umum
arti strategi adalah ilmu pengetahuan dan seni, bagaimana mendayagunakan
sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan yang direncanakan, dengan
memperhitungkan tantangan atau pesaingan yang ada (active opposition). Dalam
suatu pertarungan atau persaingan, suksesnya suatu organisasi sering tergantung
pada kemampuan organisasi tersebut mengenal lingkungan wilayah atau daerahnya dan
menggunakan secara tepat informasi yang dikumpulkan kemudian menganalisisnya
untuk kemudian ditujukan untuk penyusunan perencanaan.
Selama ini pengamatan
atau pemetaan politik wilayah atau daerah pemilihan yang sering dipergunakan
oleh para kandidat Pilkada (Gubernur atau Bupati) adalah atas dasar asumsi.
Berasumsi sudah hampir jadi bawaan yang menyertai banyak perjuangan kandidat
Pilkada di Indonesia. Kandidat berasumsi masyarakat sudah sekian persen
mendukungnya. Kandidat berasumsi masyarakat di wilayah kecamatan A sudah 75 %
mendukungnya karena tokoh-tokoh masyarakatnya sudah menyampaikan dukunga mereka
secara resmi. Tidak jarang hanya dengan berbekal asumsi semacam itu telah
membuat hati kandidat berbunga – bunga dengan hayalan membumbung tinggi dan sering
malah jadi alergi dan tertutup terhadap kritik. Oleh karenanya, mereka
berbicara dan bertindak tidak lagi berdasarkan data yang valid yang bisa
dibuktikan. Padahal sudah jelas bertindak berdasarkan asumsi adalah sebuah awal
kekalahan dan bisa berakibat fatal. Berpegang akan asumsi seperti ini akan
berefek domino pada kekalahan-kelalahan berikutnya hingga hari H hari pencoblosan tiba.
Dari berbagai pengalaman
pendampingan kawan-kawan pada pemenangan Pilkada sering sekali semangat
berdasarkan asumsi ini melahirkan kelemahan dan bahkan malapetaka pada kerja
sama Tim Pemenangan Pilkada. Bisa anda bayangkan bagaimana sang istri dari
seorang kandidat yang menjadi kilen kami begitu berbunga-bunga hanya karena ia
telah kampanye dengan cara membagi-bagikan mukena dan kitab Yasin pada beberapa
kelompok ibu-ibu pengajian di wilayah kampanyenya. Dalam salah satu diskusi
tentang berbagai program dan kegiatan yang telah ia lakukan dalam rangka
membantu suaminya untuk memenangkan Pilkada. Dengan semangat Ia berceritra
berbagai kegiatan yang telah ia lakukan bersama Tim nya, salah satunya yang
menurutnya luar biasa adalah ia telah membagi-bagikan mukena dan kitab Yasin
kepada ibu-ibu majelis taklim di desa-desa yang jadi ajang kampanye. Dengan
program tersebut istri kandidat ini merasa yakin bila ibu-ibu tersebut akan
memilih suaminya pada Pilkada nanti. Ketika padanya ditanyakan bagaimana bila
istri dari kandidat pesaing juga melakukan hal yang sama dan bahkan memberikan
mukena dan kitab Yasin atau cendra mata lainnya yang jumlah dan kualitasnya
lebih banyak dan lebih baik? Apakah
ibu-ibu di desa desa tersebut akan tetap memilih suaminya atau justru akan
memilih kandidat pesaing?
Memang harus diakui bahwa
pada sebagian masa dahulu, takkala kampanye Pilkada masih bercorak sederhana,
maka pembagian Sembako bisa sangat berperan positip dalam perolehan suara
seorang kandidat Pilkada. Pada masa itu kalangan dan pengamat percaya sekali
bahwa ”aksi tebar sembako” adalah segalanya dalam Pilkada. Tetapi dengan
bergulirnya waktu dan berbagai pengalaman di lapangan menunjukkan ada sesuatu
yang berubah dari kebiasaan para warga pemilih. Di satu sisi mereka tetap mau
menerima sembako ataupun uang yang ditebarkan; tetapi tiba saatnya pemilihan
mereka justeru memilih kandidat yang berbeda. Artinya di satu sisi mereka
melihat para Kandidat Pilkada itu juga hanya mendekati dan mau berbagi dengan
mereka bila ada maunya. Setelah kandidat memenangkan pilkada tidak jarang malah
terkena kasus korupsi. Jadi saat ini boleh dikatakan, pola tebar sembako
ataupun kampanye bagi-bagi uang sudah tidak seefektip di saat saat awalnya
dahulu. Kini orang sudah sangat paham, dan sepertinya masih suka dengan
kandidat pilkada yang melakukan tebar sembako dan sejenisnya tetapi pada saat
pemilihan yang dipilih warga justeru lain lagi.
Sekarang polanya sudah
berubah dan persoalan di lapangan seolah sangat sederhana dalam polanya. Karena
warga terlihat akan lebih senang bila semua kandidat melakukan aksi tebar
sembako dan bagi-bagi uang tetapi itu hanya disikapi sebagai sesuatu yang
biasa-biasa saja. Apakah masyarakat akan memilih kandidat yang memberikan
barang atau uang paling banyak, atau kandidat yang memberikan sembako paling awal, atau kandidat
yang memberikan sembako paling akhir? Atau malah sebaliknya, justru karena
seorang kandidat menyebarkan sembako, masyarakat menjadi tidak simpati
terhadapnya? Hal-hal semacam ini lah yang menjadi persoalan di lapangan dan
wajib hukumnya untuk diketahui oleh kandidat yang ingin memenangkan Pilkada di
suatu daerah.
Sebab setiap masyarakat memiliki kecenderungan sikap yang
berbeda-beda terhadap suatu program atau aksi yang dilakukan oleh kandidat.
Bisa jadi di daerah tertentu, tebar uang dan sembako ini masih sangat besar
pengaruhnya, tetapi bisa jadi untuk daerah tertentu justeru sebaliknya, bisa
jadi Kandidat tersebut ditinggalkan warga. Demikian juga dengan aksi tebar
sembako, kandidat harus berhati-hati dengan aksi ini karena selain belum tentu
bisa mempengaruhi perilaku pemilih, tindakan semacam ini juga hanya menguras
kantong kandidat. Dan tentunya tidak mendidik bagi proses demokrasi di
Indonesia.
Resep Memenangkan Pilkada
Apasih sebenarnya resep untuk bisa
memenangkan Pilkada? Kalau mau memenangkan Pilkada, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar lebih mudah dalam memenangkan pertarungan dalam
Pemilukada. Pertama, kemasan figure, sang Figur harus di visualkan sebagai
Tokoh yang mampu. Kedua, program kerja. Program kerja harus menjawab harapan
warga dan ketiga kinerja mesin kampanye politik sebagai pendulang suara. Jadi,
Jika ingin menang tiga faktor ini harus digarap serius. Diatas semua
itu anda harus punya data yang valid yang diperoleh dari hasil Riset yang baik
dan benar. Anda harus punya atau mampu membiayai Tim Riset yang bisa memberikan
data yang sebenarnya. Tugas tim riset fokus untuk mencari data-data pendukung.
Jelasnya melakukan riset tentang kondisi masyarakat di daerah Pilkada untuk
mengetahui peta politiknya. Bagaimana tingkat dukungan awal para pemilih kepada
para calon yang akan ikut berkompetisi. Data-data inilah kemudian yang di
analisis dan dijadikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan tim sukses.
Baik dalam bentuk pencitraan politik, rumusan program kerja atau tindakan
lain.
Mau menang Dalam Pilkada?
Ya pastilah… semua peserta Pilkada menginginkan agar bisa memenangkan
pertarungan dalam Pilkada. Masalahnya, apakah lebih mudah memenangkan Pilkada
lewat jalur Partai atau Jalur Independen? Apakah kampanye akan lebih moncer
lewat mesin partai atau lewat Lembaga Survei atau lewat Konsultan Politik? Dan
mana yang lebih mahal? Ya selama ini umumnya orang hanya percaya kalau mau
menang dalam Pilkada ya Calon tersebut haruslah punya elektabilitas serta
ketokohan yang baik. Artinya Calon tersebut sudah lama berkecimpung di
tengah-tengah masyarakat serta mempunyai reputasi yang baik. Semua percaya
kalau tokoh seperti itu memang pasti akan mendapat dukungan dari warga. Calon
yang seperti itu dipercaya akan mudah memenangkan pertarungan di Pilkada.
Masalahnya tidak banyak Tokoh yang seperti itu.
Menangkan PilkadaMu
Kalau mau memenangkan Pilkada, maka
ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar lebih mudah dalam memenangkan
pertarungan dalam Pemilukada. Pertama, kemasan figur. Kedua, program kerja, dan
ketiga kinerja mesin kampanye politik sebagai pendulang suara. Jika ingin
menang tiga faktor ini harus digarap serius. Diatas semua itu anda
harus punya data yang valid yang diperoleh dari hasil Riset yang baik dan
benar. Anda harus punya atau mampu membiayai Tim Riset yang bisa memberikan
data yang sebenarnya. Tugas tim riset fokus untuk mencari data-data pendukung.
Jelasnya melakukan riset tentang kondisi masyarakat di daerah Pilkada untuk
mengetahui peta politiknya. Bagaimana tingkat dukungan awal para pemilih kepada
para calon yang akan ikut berkompetisi. Data-data inilah kemudian yang di analisis
dan dijadikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan tim sukses. Baik dalam
bentuk pencitraan politik, rumusan program kerja atau tindakan lain.
Tim riset harus bekerja secara
objektif dalam melihat realitas politik yang ada sebagaimana adanya. Dari data
Tim Riset inilah di visualkan perwujudan Tokoh. Pemolesan Tokoh sehingga
menjadi Idola warga yang dipadukan dengan Program
Kerjanya. Sedangkan tim sukses bertugas melakukan mobilisasi terkait
rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil Tim Riset. Jadi ada dua tim, yaitu
tim riset dan tim sukses. Sebagai kandidat anda bisa memilih Tim Riset dan
sekaligus menjadikannya bagian dari Tim Sukses, atau membuatnya dua bagian yang
berbeda. Tetapi tetap dalam satu manajemen.
Menurut survey yang dilakukan oleh Pew
Research Center for the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan
politik di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas
dari pesan-pesan kampanye politik dan strategi pencitraan para calon pemimpin
yang maju Pilkada merupakan faktor utama dalam menentukan kemenangan dalam
pemilihan, sehingga selain faktor biaya yang mutlak dipersiapkan untuk
menggerakkan mesin politik calon kandidat, pencitraan calon pilkada merupakan
kunci penentu kemenangan.
Bagi sebagian besar warga pendekatan
program kerja yang ditawarkan oleh calon pilkada hanya akan dimengerti oleh
publik yang “melek” politik. Tetapi bagi publik yang “buta” politik, mereka
akan lebih suka melihat citra para calon pemimpin itu sendiri. Pengertian citra
dalam hal ini berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini,
kepercayaan publik, asosiasi, lembaga dan juga simbol simbol tertentu terhadap
personel yang diusung oleh partai. Dengan demikian, tanggapan dan penilaian
publik merupakan unsur penting dalam melakukan penelitian tentang Citra. Citra
(image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu
obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tersebut akan ditentukan
oleh citra obyek yang menampilkan kondisi yang paling baik. Karena itu
Pencitraan adalah salah satu kunci sukses pilkada anda.
Jadi dalam garis besarnya memasarkan
seorang calon Pilkada tak ubahnya seperti memasarkan sebuah produk atau jasa
kepada target pasarnya. Pada dasarnya, jika diibaratkan pemasaran produk,
target pasar untuk pemilukada adalah para pemilih (voters), yang kalau kita
cermati secara lebih teliti terbagi dalam empat (4) segmen. Segmen pertama
adalah pemilih ideologis (ideologist voters); yang kedua adalah pemilih
tradisional (traditional voters); yang ketiga adalah pemilih rasional (rational
voters) yang terbagi dalam pemilih intelektual dan non partisan; dan yang
keempat adalah pemilih yang masih berubah-ubah (swing voters). Dari data
empiris memperlihatkan persentasenya sebagai berikut : Ideologist dan
Traditional Voters menguasai sekitar 40% dari market share, sedangkan Rational
Voters dan Swing Voters menguasai sekitar 60% dari market share
(Priosoedarsono, 2005 ). Nah sebagai calon Gubernur, calon bupati atau calon
walikota anda dan tim sukses anda harus dapat merebut suara tersebut sebanyak
bisa.
Catatan : Judul nya memang Zun Tsu memenangkan Pilkada, padahal pada zamannya kan belum ada Pilkada. Jadi Pilkada dalam hal ini tidak ubahnya sebagai medan pertempuran...pertarungan yang perlu di menangkan..
ya
ReplyDelete