Oleh Harmen Batubara
Apasih sebenarnya resep untuk bisa memenangkan Pilkada? Kalau
mau memenangkan Pilkada, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
lebih mudah dalam memenangkan pertarungan dalam Pemilukada. Pertama, kemasan figure,
sang Figur harus di visualkan sebagai Tokoh yang mampu. Kedua, program kerja.
Program kerja harus menjawab harapan warga dan ketiga kinerja mesin kampanye
politik sebagai pendulang suara. Jadi, Jika ingin menang tiga faktor ini harus
digarap serius. Diatas semua itu anda
harus punya data yang valid yang diperoleh dari hasil Riset yang baik dan
benar. Anda harus punya atau mampu membiayai Tim Riset yang bisa memberikan
data yang sebenarnya. Tugas tim riset fokus untuk mencari data-data pendukung.
Jelasnya melakukan riset tentang kondisi masyarakat di daerah Pilkada untuk
mengetahui peta politiknya. Bagaimana tingkat dukungan awal para pemilih kepada
para calon yang akan ikut berkompetisi. Data-data inilah kemudian yang di
analisis dan dijadikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan tim sukses.
Baik dalam bentuk pencitraan politik, rumusan program kerja atau tindakan
lain.
Mau menang Dalam
Pilkada? Ya pastilah… semua peserta Pilkada menginginkan agar bisa
memenangkan pertarungan dalam Pilkada. Masalahnya, apakah lebih mudah
memenangkan Pilkada lewat jalur Partai atau Jalur Independen? Apakah kampanye
akan lebih moncer lewat mesin partai atau lewat Lembaga Survei atau lewat
Konsultan Politik? Dan mana yang lebih mahal? Ya selama ini umumnya orang hanya
percaya kalau mau menang dalam Pilkada ya Calon tersebut haruslah punya
elektabilitas serta ketokohan yang baik. Artinya Calon tersebut sudah lama
berkecimpung di tengah-tengah masyarakat serta mempunyai reputasi yang baik.
Semua percaya kalau tokoh seperti itu memang pasti akan mendapat dukungan dari
warga. Calon yang seperti itu dipercaya akan mudah memenangkan pertarungan di
Pilkada. Masalahnya tidak banyak Tokoh yang seperti itu.
Awalnya dahulu, orang banyak berharap terkait Pilkada lewat
jalur Independen. Pada pilkada serentak di Desember 2015 khususnya di Papua,
ada hal yang cukup menarik perhatian saat itu yakni pada PILKADA Kabupaten Supiori yang dimenangkan oleh pasangan
melalui jalur independen. Pada waktu
peristiwa itu ada terasa efeknya dalam memberikan semangat bagi para Calon yang
ikut Pilkada lewat jalur Independen. Pada Pilkada tahun 2015, jumlah pasangan
calon yang mendaftar lewat jalur perseorangan tercatat ada 135 pasangan. Jumlah ini ternyata mengalami penurunan pada
Pilkada tahun 2017. Di tahun tersebut, angkanya turun menjadi hanya 68 pasangan,
dan terus menurun.
Pada umumnya para Calon yang ikut Pilkada lewat jalur
Independen adalah karena masalah Biaya. Terus terang kalau anda tidak punya
biaya yang “memadai”, ya anggak usahlah ikut Pilkada. Memang benar. Biaya kalau
mau ikut jalur Parpol biaya atau maharnya tidaklah murah. Sudah itu, kalau mau
mengoperasikan mesin partai juga akan membutuhkan biaya yang lebih besar. Belum
lagi dengan masalah Birokrasinya. Jadi kalau lewat jalur independen maka
dana-dana itu bisa langsung dimanfaatkan untuk membiayai kebutuhan kampanye. Akan
jadi masalah Bila. Sudah lewat jalur Independen tetapi tidak juga memanfaatkan
Konsultan Politik atau Lembaga Survei, dan dananya juga sangat terbatas.
Ya memang lain lagi. Enaknya lewat jalur
Indepen, ya kalau bisa menang lewat jalur Independen maka beban politiknya jauh
lebih “bebas” daripada lewat jalur Partai yang pada umumnya dikunci lewat
“kontrak politik” atau ada deal-deal tertentu yang seringkali cukup mengikat.
Namun satu hal yang perlu digaris bawahi. Kalau mau maju
Pilkada tanpa punya uang dan tidak lewat jalur Partai. Maka jelas itu adalah
sesuatu yang menyalahi kodratinya. Intinya kalau memang mau maju jadi Calon
Pilkada yang harus professional, pakailah jalur partai dan jadilah besar
bersama partai. Kalau anda seorang professional tetapi ingin maju Pilkada maka
anda memang harus punya dana. Artinya akalau anda datang di luar katagori itu.
Yakni bukan orang partai dan juga tidak punya uang tetapi ingin maju lewat
pilkada, jelas ada yang enggak nyambung di sana. Anda hanya melampiaskan “hasrat
politik” anda saja.
Para pengamat memprediksi, minat pasangan calon perseorangan
atau independen untuk ikut serta pada kontestasi Pilkada 2020 bakal sepi. Calon
kepala daerah diprediksi bakal didominasi dari kalangan partai politik. Sebab,
selain syarat calon perseorangan berat, oligarki pada penyelenggaraan negara
juga semakin menguat. Para pengamat melihat, UU Pilkada sudah seharusnya direvisi.
Setidaknya, ada empat hal yang menandakan menguatnya oligarki. Pertama,
maraknya politik uang. Persoalan ini, baik di pilkada maupun pemilu, belum juga
dapat dituntaskan. Kedua, adanya politik dinasti yang dikuasi elite. Ketiga, makin banyaknya calon kepala
daerah tunggal, dan terakhir makin sedikitnya calon perseorangan. "Empat
hal ini menurut mereka memperlihatkan memang oligarki itu akan makin kuat.
Apa yang disampaikan oleh para pengamat terkait Oligarki
mungkin ada benarnya, tetapi hemat saya terlalu dibesar-besarkan. Karena,
sejatinya Pilkada dan pemilihan umum
pasti akan melahirkan oligarki baru dalam sebuah sistem pemerintah. Kalau
sistem Pilkada dan Pemilu nya baik pastilah melahirkan Oligarki baru. Artinya
bukan Oligarki yang itu-itu saja. Pada pemahaman yang sederhana, oligarki
politik adalah bentuk pemerintahan dimana kekuasaan berada ditangan minoritas
kecil. Menurut Jeffry A Winters (2011) Oligarki mengkonstruksikan pada dua
dimensi. Dimensi pertama, oligarki yang bertautan dengan kekuasaan dan kekayaan
materil. Dimensi kedua, oligarki yang terikat dengan jangkauan kekuasaan yang
luas dan sistemik. Jadi harapan kita adalah setiap pemilu atau pilkada akan
melahirkan Oligarki Baru sesuai harapan warga. Jelas hal seperti itu, adalah
sesuatu harapan yang lumrah.
Yang jelas untuk saat ini memang persyaratan bagi para Calon
Pilkada lewat jalur independen jelas jauh lebih berat. Karena memang sistemnya dibentuk untuk
memperkuat sistem ke partaian. Sebagaimana kita maklumi bahwa Partai Politik adalah
elemen penting dalam demokrasi seperti juga yang kita lihat di negara negara
lain. Secara teori dan secara per -undang-undangan sekurang kurangnya mempunyai
beberapa fungsi yaitu fungsi edukasi politik, rekrutment politik dan menyerap
dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat.Bukanlah barang haram kalau
dikatakan bahwa Partai Politik berjuang untuk merebut kekuasaan dan kekuasaan
itu akan digunakan untuk merealisasikan program partai yang bermuara kepada
peningkatan kesejahteraan rakyat. Sesungguhnya ada peran luhur Partai Politik
untuk peningkatan kemajuan bangsanya. Semua itu demi kepentingan Rakyat.
Untuk jalur independen, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
tahun 2016 tentang Pilkada, sebagai dasar Pilkada Serentak 2020, potensi bakal
calon independen untuk bisa maju menjadi kandidat semakin sulit. Karena syarat
minimal dukungan calon perseorangan yang maju tingkat bupati/wali kota yaitu 10
persen untuk jumlah DPT hingga 250.000; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara
250.000-500.000; 7,5 persen untuk jumlah DPT antara 500.000-1 juta; dan 6,5
persen untuk jumlah DPT di atas 1 juta. Pun hal tersebut tidak hanya berbentuk
berkas administrasi saja, namun harus dibuktikan dengan metode verifikasi
faktual yang harus memeriksa seluruh dokumen dukungan untuk calon independen
yang jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu dukungan.
Menangkan PilkadaMu
Kalau mau memenangkan Pilkada, maka ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan agar lebih mudah dalam memenangkan pertarungan dalam
Pemilukada. Pertama, kemasan figur. Kedua, program kerja, dan ketiga kinerja
mesin kampanye politik sebagai pendulang suara. Jika ingin menang tiga faktor
ini harus digarap serius. Diatas semua
itu anda harus punya data yang valid yang diperoleh dari hasil Riset yang baik
dan benar. Anda harus punya atau mampu membiayai Tim Riset yang bisa memberikan
data yang sebenarnya. Tugas tim riset fokus untuk mencari data-data pendukung.
Jelasnya melakukan riset tentang kondisi masyarakat di daerah Pilkada untuk
mengetahui peta politiknya. Bagaimana tingkat dukungan awal para pemilih kepada
para calon yang akan ikut berkompetisi. Data-data inilah kemudian yang di
analisis dan dijadikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan tim sukses.
Baik dalam bentuk pencitraan politik, rumusan program kerja atau tindakan lain.
Tim riset harus bekerja secara objektif dalam melihat
realitas politik yang ada sebagaimana adanya. Dari data Tim Riset inilah di
visualkan perwujudan Tokoh. Pemolesan Tokoh sehingga menjadi Idola warga yang
dipadukan dengan Program Kerjanya.
Sedangkan tim sukses bertugas melakukan mobilisasi terkait rekomendasi
yang diberikan berdasarkan hasil Tim Riset. Jadi ada dua tim, yaitu tim riset
dan tim sukses. Sebagai kandidat anda bisa memilih Tim Riset dan sekaligus
menjadikannya bagian dari Tim Sukses, atau membuatnya dua bagian yang berbeda.
Tetapi tetap dalam satu manajemen.
Menurut survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for
the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan politik di seluruh
dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas dari pesan-pesan
kampanye politik dan strategi pencitraan para calon pemimpin yang maju Pilkada
merupakan faktor utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan, sehingga
selain faktor biaya yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik
calon kandidat, pencitraan calon pilkada merupakan kunci penentu kemenangan.
Bagi sebagian besar warga pendekatan program kerja yang
ditawarkan oleh calon pilkada hanya akan dimengerti oleh publik yang “melek”
politik. Tetapi bagi publik yang “buta” politik, mereka akan lebih suka melihat
citra para calon pemimpin itu sendiri. Pengertian citra dalam hal ini berkaitan
erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik, asosiasi,
lembaga dan juga simbol simbol tertentu terhadap personel yang diusung oleh
partai. Dengan demikian, tanggapan dan penilaian publik merupakan unsur penting
dalam melakukan penelitian tentang Citra. Citra (image) adalah seperangkat
keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan
tindakan seseorang terhadap obyek tersebut akan ditentukan oleh citra obyek
yang menampilkan kondisi yang paling baik. Karena itu Pencitraan adalah salah
satu kunci sukses pilkada anda.
Jadi dalam garis besarnya memasarkan seorang calon Pilkada
tak ubahnya seperti memasarkan sebuah produk atau jasa kepada target pasarnya.
Pada dasarnya, jika diibaratkan pemasaran produk, target pasar untuk pemilukada
adalah para pemilih (voters), yang kalau kita cermati secara lebih teliti
terbagi dalam empat (4) segmen. Segmen pertama adalah pemilih ideologis
(ideologist voters); yang kedua adalah pemilih tradisional (traditional
voters); yang ketiga adalah pemilih rasional (rational voters) yang terbagi
dalam pemilih intelektual dan non partisan; dan yang keempat adalah pemilih
yang masih berubah-ubah (swing voters). Dari data empiris memperlihatkan
persentasenya sebagai berikut : Ideologist dan Traditional Voters menguasai
sekitar 40% dari market share, sedangkan Rational Voters dan Swing Voters
menguasai sekitar 60% dari market share (Priosoedarsono, 2005 ). Nah sebagai
calon Gubernur, calon bupati atau calon walikota anda dan tim sukses anda harus
dapat merebut suara tersebut sebanyak bisa.
Jadi apakah anda lewat Jalur Partai atau jalur Independen
sebenarnya bukanlah masalahnya. Tetapi bagaimana anda bisa memanfaatkan Tim
Riset yang baik, memanfaatkan mesin partai secara maksimal dan membangun Tim
Sukses yang Solid? Itulah persoalannya. Meski anda dari jalur Independen tetapi
bisa memanfaatkan Tim Riset yang baik, dan mampu memoles pigure serta Penampilan
guna pencitraan sang Tokoh, serta mampu membuat Program Kerja Yang Unggul serta
Kinerja Tim Kampanye yang mumpuni. Maka percayalah peluang Anda untuk menang
Pilkada akan jelas dan bisa dipercaya akan berhasil.