Mesin
Partai Untuk Sukseskan Kampanye Capres
Oleh :
Ridho Imawan Hanafi
Dua
pasangan kandidat presiden dan kandidat wakil presiden (capres- cawapres)
dihadapkan pada waktu yang terus berjalan untuk melakukan kampanye menuju hari
pemilihan, 17 April 2019. Dengan setiap kandidat memiliki basis dukungan
pemilih loyal sebagaimana terpotret dari berbagai rilis hasil survei sejauh
ini, bagaimana upaya kandidat dan mesin partai memaksimalkan peluang yang ada
untuk merayu simpati pemilih? Untuk ini, dua pasangan kandidat setidaknya
memiliki dua pekerjaan: bagaimana tetap bisa mempertahankan calon pemilih loyal
dan bagaimana upaya merayu simpati calon pemilih yang kecenderungannya masih
mengambang dan yang masih belum menentukan pilihan.
Kampanye
bagi kandidat bertujuan meningkatkan peluang kemenangan di pemilu melalui
mobilisasi pendukung untuk memilih dan membujuk mereka yang belum loyal agar
berada di pihaknya (Hill, 2017). Terhadap calon pemilih loyal, yakni pemilih
yang cenderung tak akan mengubah pilihan meski kerap terpapar beragam informasi
bujuk rayu, ujian bagi kedua pasangan kandidat adalah merawat, menjaganya,
untuk memastikan sebagai modal atau potensi untuk menang. Mereka yang cenderung
memiliki loyalitas yang tak goyah ini juga bisa diharapkan membantu kandidat
untuk memersuasi kalangan lain guna memutuskan pilihan kepada kandidat yang
didukung. Kalangan di luar pemilih loyal adalah calon pemilih yang masih
mengambang (swing voters), yakni pemilih yang tak begitu solid berkomitmen pada
satu kandidat dan kesetiaan terakhirnya diragukan sampai hari pemilihan (Mayer,
2007).
Dengan
kecenderungannya yang masih bisa berubah atau pindah dari satu pilihan ke
pilihan lain, membuat siapa yang paling bisa menarik simpati merekalah yang
berpeluang dipilih kalangan ini. Pemilih mengambang yang sifatnya rasional
instrumental, merujuk Strohmeier (2013), kerap dipengaruhi seperti kompetensi,
program partai ataupun kandidat, sementara yang afeksional lebih mudah tertarik
dengan hal kepribadian atau karisma kandidat.
Tiap-tiap
kandidat sepanjang masa kampanye ini telah mencoba menawarkan apa yang akan
dikerjakan jika mereka terpilih. Dengan alokasi waktu yang masih tersedia
ditambah dengan diberikannya beberapa kesempatan berdebat dalam satu panggung
memungkinkan kandidat bisa menyentuh pada kalangan yang masih mengambang.
Substansi ataupun materi kampanye yang diungkapkan ke pemilih bisa jadi
sebagian tidak lagi membawa banyak pengaruh bagi mereka yang sudah memastikan
pilihannya nanti, tetapi bagi pemilih yang masih mengambang banyaknya masukan
informasi atau data tentang kandidat bukan tidak mungkin bisa membawa pengaruh
terhadap keputusan memilih.
Bagi
kandidat petahana, pencapaian selama memimpin bisa dimaksimalkan untuk
dikampanyekan agar publik lebih tahu dan mengerti apa yang sudah dikerjakan
dan menawarkan apa yang akan dilakukan
jika terpilih kembali. Petahana dalam kontestasi seperti pemilu umumnya
memiliki keuntungan dibandingkan dengan kandidat penantang karena petahana
memiliki kesempatan untuk menjelaskan kepada pemilih tentang apa saja yang
sudah pernah dikerjakan. Berbagai hal yang menurut petahana dinilai sebagai
keberhasilan atas apa yang sudah dikerjakan bisa diluaskan informasinya kepada
pemilih.
Sementara
itu, dengan posisi yang berbeda dari petahana, kandidat penantang memiliki
kesempatan menawarkan program atau apa yang akan dikerjakan ketika terpilih
dengan perbedaan-perbedaannya dari petahana. Keuntungan yang dimiliki penantang
adalah posisinya bisa mengkritisi atas apa yang sudah dikerjakan petahana dalam
kampanyenya sambil menawarkan berbagai alternatif kebijakan yang dinilai lebih
baik dari petahana. Baik kandidat petahana maupun penantang di masa-masa
menjelang pemilihan akan tertantang menghindari kesalahan-kesalahan yang
sifatnya bisa menggerus potensi keterpilihan.
Dengan
apa yang dicatat Farrell (2006) bahwa saat ini sebagai era revolusi
telekomunikasi yang telah banyak memengaruhi cara berkampanye kandidat ataupun
partai di pemilu, melalui berbagai media teknologi informasi kedua kandidat
bisa menggunakannya untuk menjangkau sebaran pemilih yang lebih luas. Kampanye
tatap muka memiliki kelebihan, tetapi terbatas jangkauannya. Kekurangan ini
bisa terbantu dengan mengamplifikasi informasi lewat berbagai media, tidak
hanya media konvensional, tetapi juga media sosial, untuk memengaruhi persepsi
pemilih. Yang terakhir ini bahkan sudah menjadi instrumen yang memiliki cukup
pengaruh dalam politik elektoral di Indonesia.
Dukungan
mesin partai
Kampanye
dengan berbagai media tidak cukup tanpa dukungan aktif mesin politik kandidat
yang terutama partai politik. Relasi kehadiran kandidat dan mesin partai tidak
bisa dilepaskan karena kemunculan kandidat diusung dan didukung partai. Sebagai
salah satu mesin pemenangan, partai memiliki infrastruktur politik dari level
pusat sampai daerah. Dengan kekuatan ini, kampanye kandidat bisa menjangkau
pada level kader, simpatisan di lapisan bawah untuk memobilisasi dukungan.
Mesin partai pada tingkat bawah menjadi instrumen yang paling depan dalam
mengenalkan kandidat kepada pemilih. Intensitas jalinan komunikasi antara mesin
partai dan pemilih mendukung bagi upaya pengenalan dan ketertarikan kandidat di
mata pemilih.
Tantangan
yang dihadapi partai dengan pemilu legislatif dan pemilihan presiden
dilaksanakan dalam hari yang sama membuat kampanye mesin partai tidak cukup
hanya mempromosikan partai dan kandidat legislatif, tetapi juga kandidat presiden.
Dengan kata lain, partai tidak bisa jika hanya berfokus pada target perolehan
suara atau agar dapat menembus ambang batas parlemen, tetapi juga pada
bagaimana kandidat presidennya memenangi pemilihan. Atau hanya sebaliknya lebih
mengonsentrasikan sosialisasi kandidat presiden, sementara program partai atau
mengapa partainya harus dipilih dalam pemilu tidak mendapat perhatian yang
maksimal. Oleh karena itu, strategi kampanye yang ditempuh partai menjadi ikut
menentukan dalam mendukung pencapaian tujuan.
Peran
mesin partai dalam mengawal kampanye kandidat presiden juga penting artinya
bagi upaya mengurangi potensi terjadinya para pemilih sebuah partai yang
memilih kandidat presiden yang berbeda dari kandidat yang didukung partai
(split-ticket voting). Upaya mengurangi potensi tersebut memerlukan konsolidasi
internal partai dari segala tingkatan dengan tujuan agar pilihan yang sudah
ditempuh partai dalam hal keputusan memilih kandidat presiden dan wakilnya
untuk didukung juga sejalan dengan pilihan para pemilih partai atau basis
pendukungnya. Selain internal partai, dalam kerangka koalisi antarpartai
pendukung kandidat juga perlu soliditas di tengah kompetisi antarpartai dalam
upaya memperoleh kursi legislatif.
Sumber
: Kompas.id Kompas, 13 Februari 2019, Kampanye Capres dan Mesin Partai: Ridho
Imawan Hanafi Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI