February 13, 2019

Mesin Partai Untuk Sukseskan Kampanye Capres




Mesin Partai Untuk Sukseskan Kampanye Capres
Oleh : Ridho Imawan Hanafi 
Dua pasangan kandidat presiden dan kandidat wakil presiden (capres- cawapres) dihadapkan pada waktu yang terus berjalan untuk melakukan kampanye menuju hari pemilihan, 17 April 2019. Dengan setiap kandidat memiliki basis dukungan pemilih loyal sebagaimana terpotret dari berbagai rilis hasil survei sejauh ini, bagaimana upaya kandidat dan mesin partai memaksimalkan peluang yang ada untuk merayu simpati pemilih? Untuk ini, dua pasangan kandidat setidaknya memiliki dua pekerjaan: bagaimana tetap bisa mempertahankan calon pemilih loyal dan bagaimana upaya merayu simpati calon pemilih yang kecenderungannya masih mengambang dan yang masih belum menentukan pilihan.
Kampanye bagi kandidat bertujuan meningkatkan peluang kemenangan di pemilu melalui mobilisasi pendukung untuk memilih dan membujuk mereka yang belum loyal agar berada di pihaknya (Hill, 2017). Terhadap calon pemilih loyal, yakni pemilih yang cenderung tak akan mengubah pilihan meski kerap terpapar beragam informasi bujuk rayu, ujian bagi kedua pasangan kandidat adalah merawat, menjaganya, untuk memastikan sebagai modal atau potensi untuk menang. Mereka yang cenderung memiliki loyalitas yang tak goyah ini juga bisa diharapkan membantu kandidat untuk memersuasi kalangan lain guna memutuskan pilihan kepada kandidat yang didukung. Kalangan di luar pemilih loyal adalah calon pemilih yang masih mengambang (swing voters), yakni pemilih yang tak begitu solid berkomitmen pada satu kandidat dan kesetiaan terakhirnya diragukan sampai hari pemilihan (Mayer, 2007).
Dengan kecenderungannya yang masih bisa berubah atau pindah dari satu pilihan ke pilihan lain, membuat siapa yang paling bisa menarik simpati merekalah yang berpeluang dipilih kalangan ini. Pemilih mengambang yang sifatnya rasional instrumental, merujuk Strohmeier (2013), kerap dipengaruhi seperti kompetensi, program partai ataupun kandidat, sementara yang afeksional lebih mudah tertarik dengan hal kepribadian atau karisma kandidat.
Tiap-tiap kandidat sepanjang masa kampanye ini telah mencoba menawarkan apa yang akan dikerjakan jika mereka terpilih. Dengan alokasi waktu yang masih tersedia ditambah dengan diberikannya beberapa kesempatan berdebat dalam satu panggung memungkinkan kandidat bisa menyentuh pada kalangan yang masih mengambang. Substansi ataupun materi kampanye yang diungkapkan ke pemilih bisa jadi sebagian tidak lagi membawa banyak pengaruh bagi mereka yang sudah memastikan pilihannya nanti, tetapi bagi pemilih yang masih mengambang banyaknya masukan informasi atau data tentang kandidat bukan tidak mungkin bisa membawa pengaruh terhadap keputusan memilih.
Bagi kandidat petahana, pencapaian selama memimpin bisa dimaksimalkan untuk dikampanyekan agar publik lebih tahu dan mengerti apa yang sudah dikerjakan dan  menawarkan apa yang akan dilakukan jika terpilih kembali. Petahana dalam kontestasi seperti pemilu umumnya memiliki keuntungan dibandingkan dengan kandidat penantang karena petahana memiliki kesempatan untuk menjelaskan kepada pemilih tentang apa saja yang sudah pernah dikerjakan. Berbagai hal yang menurut petahana dinilai sebagai keberhasilan atas apa yang sudah dikerjakan bisa diluaskan informasinya kepada pemilih.
Sementara itu, dengan posisi yang berbeda dari petahana, kandidat penantang memiliki kesempatan menawarkan program atau apa yang akan dikerjakan ketika terpilih dengan perbedaan-perbedaannya dari petahana. Keuntungan yang dimiliki penantang adalah posisinya bisa mengkritisi atas apa yang sudah dikerjakan petahana dalam kampanyenya sambil menawarkan berbagai alternatif kebijakan yang dinilai lebih baik dari petahana. Baik kandidat petahana maupun penantang di masa-masa menjelang pemilihan akan tertantang menghindari kesalahan-kesalahan yang sifatnya bisa menggerus potensi keterpilihan.
Dengan apa yang dicatat Farrell (2006) bahwa saat ini sebagai era revolusi telekomunikasi yang telah banyak memengaruhi cara berkampanye kandidat ataupun partai di pemilu, melalui berbagai media teknologi informasi kedua kandidat bisa menggunakannya untuk menjangkau sebaran pemilih yang lebih luas. Kampanye tatap muka memiliki kelebihan, tetapi terbatas jangkauannya. Kekurangan ini bisa terbantu dengan mengamplifikasi informasi lewat berbagai media, tidak hanya media konvensional, tetapi juga media sosial, untuk memengaruhi persepsi pemilih. Yang terakhir ini bahkan sudah menjadi instrumen yang memiliki cukup pengaruh dalam politik elektoral di Indonesia.
Dukungan mesin partai
Kampanye dengan berbagai media tidak cukup tanpa dukungan aktif mesin politik kandidat yang terutama partai politik. Relasi kehadiran kandidat dan mesin partai tidak bisa dilepaskan karena kemunculan kandidat diusung dan didukung partai. Sebagai salah satu mesin pemenangan, partai memiliki infrastruktur politik dari level pusat sampai daerah. Dengan kekuatan ini, kampanye kandidat bisa menjangkau pada level kader, simpatisan di lapisan bawah untuk memobilisasi dukungan. Mesin partai pada tingkat bawah menjadi instrumen yang paling depan dalam mengenalkan kandidat kepada pemilih. Intensitas jalinan komunikasi antara mesin partai dan pemilih mendukung bagi upaya pengenalan dan ketertarikan kandidat di mata pemilih.
Tantangan yang dihadapi partai dengan pemilu legislatif dan pemilihan presiden dilaksanakan dalam hari yang sama membuat kampanye mesin partai tidak cukup hanya mempromosikan partai dan kandidat legislatif, tetapi juga kandidat presiden. Dengan kata lain, partai tidak bisa jika hanya berfokus pada target perolehan suara atau agar dapat menembus ambang batas parlemen, tetapi juga pada bagaimana kandidat presidennya memenangi pemilihan. Atau hanya sebaliknya lebih mengonsentrasikan sosialisasi kandidat presiden, sementara program partai atau mengapa partainya harus dipilih dalam pemilu tidak mendapat perhatian yang maksimal. Oleh karena itu, strategi kampanye yang ditempuh partai menjadi ikut menentukan dalam mendukung pencapaian tujuan.
Peran mesin partai dalam mengawal kampanye kandidat presiden juga penting artinya bagi upaya mengurangi potensi terjadinya para pemilih sebuah partai yang memilih kandidat presiden yang berbeda dari kandidat yang didukung partai (split-ticket voting). Upaya mengurangi potensi tersebut memerlukan konsolidasi internal partai dari segala tingkatan dengan tujuan agar pilihan yang sudah ditempuh partai dalam hal keputusan memilih kandidat presiden dan wakilnya untuk didukung juga sejalan dengan pilihan para pemilih partai atau basis pendukungnya. Selain internal partai, dalam kerangka koalisi antarpartai pendukung kandidat juga perlu soliditas di tengah kompetisi antarpartai dalam upaya memperoleh kursi legislatif.

Sumber : Kompas.id Kompas, 13 Februari 2019, Kampanye Capres dan Mesin Partai: Ridho Imawan Hanafi Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI