Oleh Bambang Setiawan
Ben Brahim Bahat dan
Nafiah Ibnor, pasangan calon untuk Pilkada Kabupaten Kapuas, Kalimantan
Tengah, mungkin tidak menyangka bahwa mereka berpotensi menjadi calon tunggal
dalam pilkada ini. Sama seperti ketika kemudian mereka dibuat tidak menyangka
bahwa peluang menjadi calon tunggal bisa tiba-tiba hilang.
Berbeda dengan beberapa
daerah lain, seperti Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kabupaten Lebak
di Banten yang sejak awal memang tidak ada penantang, di Kapuas awalnya ada dua
calon. Keduanya diusung partai politik.
Pasangan Ben-Nafiah
mendaftar dengan dukungan tujuh partai politik, yaitu PDI-P, Golkar, Gerindra,
Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Pasangan kedua adalah Mawardi dan Muhajirin yang
diusung Partai Demokrat, Hanura, dan PBB. Saat pendaftaran, status
keduanya adalah ”diterima”. Bahkan, ketika laporan tahap penelitian diumumkan,
kedua pasang calon itu masuk kategori memenuhi syarat (MS).
Akan tetapi, ketika
penetapan pencalonan pilkada diumumkan pada 12 Februari lalu, pasangan
Mawardi-Muhajirin terpental dari daftar pencalonan dan dinyatakan tidak
memenuhi syarat (TMS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kapuas. Rupanya,
meskipun pada awalnya diterima sebagai calon, masih ada sejumlah persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pasangan Mawardi-Muhajirin.
Mereka harus secepatnya
menyusulkan persyaratan yang kurang, di antaranya surat keterangan tidak
pailit, keterangan tidak pernah dihukum yang dikeluarkan oleh Pengadilan
Negeri, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), dan ijazah yang sudah
dilegalisasi. Selain itu, dukungan Partai Bulan Bintang terhadap pasangan ini
juga bermasalah karena sebelumnya telah menerbitkan surat dukungan untuk
mengusung pasangan calon lawannya.
Padahal, untuk pengalihan
dukungan, semua berkas pencalonan harus ditandatangani ketua umum dan
sekretaris jenderal (sekjen). Sementara, SK pengusungan PBB terhadap
Mawardi-Muhajirin hanya ditandatangani pelaksana tugas (plt). Namun, hingga
batas waktu masa pendaftaran ditutup, mereka tetap belum memenuhi sejumlah
persyaratan sehingga berkas dikembalikan.
Mereka kemudian diberi
waktu perpanjangan pendaftaran untuk dapat memenuhi persyaratan. Rupanya,
hingga hari penetapan tiba, tetap ada persyaratan yang belum dipenuhi. Meskipun
terpental pada saat pengumuman penetapan, pasangan ini tetap diuntungkan
oleh sistem. Jika mereka gagal, pilkada di Kapuas berpotensi hanya
diikuti satu pasang calon. Potensi calon tunggal ini membuat pendaftaran
calon dibuka kembali.
KOMPAS/WISNU
WIDIANTORO (NUT)
Spanduk berukuran besar
tentang Pilkada Serentak 2018 terpasang di Gedung Komisi Pemilihan Umum,
Jakarta, Sabtu (17/6/2017). Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 itu akan
diselenggarakan di 17 Provinsi, 115 Kabupaten dan 39 Kota diseluruh Indonesia.
Mengacu pada
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016, Peraturan KPU
Nomor 14 Tahun 2015, Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017, Peraturan KPU Nomor 15
Tahun 2017, dan Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015, KPU Kabupaten Kapuas pun
kembali membuka pendaftaran bakal calon bupati-wakil bupati.
Dalam aturan-aturan
tersebut dijelaskan bahwa apabila di pemilihan kepala daerah terdapat satu
pasang calon saja, dan ada satu atau lebih partai yang memiliki 20 persen kursi
di legislatif belum mendaftarkan pasangannya, penyelenggara pemilu kembali
membuka atau memperpanjang masa pendaftaran bakal pasangan calon. KPU Kapuas
pun membuka kembali pendaftaran dari tanggal 19-21 Februari 2018.
Masalah tak berhenti
sampai di situ, karena kemudian pasangan lawannya, Ben-Nafiah yang sebelumnya
sudah ditetapkan lolos sebagai peserta pilkada, mengajukan keberatan kepada KPU
yang mencabut penetapan nomor urut yang telah dilakukan dan membuka pendaftaran
baru untuk pencalonan dari pasangan lain. Pasangan calon ini pun
berencana mengambil langkah hukum. Padahal, nyaris saja mereka menjadi calon
tunggal.
Terancam mundur
Ketidakmengertian
pentingnya mempersiapkan secara cermat persyaratan pencalonan, sikap cuek yang
menggampangkan urusan persyaratan, ditambah rumitnya penerapan aturan hukum
terkait situasi yang dihadapi setelah penetapan calon yang mengarah ke
calon tunggal, membuat tahapan pilkada di sejumlah daerah terancam mundur.
Kekurangsiapan
calon dalam menghadapi birokrasi pendaftaran pilkada juga membuat satu
dari dua pasang calon di Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua, tersingkir dari
gelanggang pilkada saat penetapan calon 12 Februari lalu. Akibatnya, wilayah
ini berpotensi hanya memiliki calon tunggal.
Sedianya, pendaftar
adalah pasangan Ricky Ham Pagawak-Yonas Kenelak dan Itaman Thago-Onny Pagawak.
Ham-Yonas diusung enam partai politik, sementara Itaman-Onny mencalonkan
lewat jalur perseorangan. Setelah penetapan oleh KPU, hanya pasangan
Ricky-Yonas yang lolos ke tahap berikutnya, sedangkan Itaman-Onny terganjal
persyaratan yang tidak dapat dipenuhi.
Kegagalan ini terjadi
karena calon wakil Itaman, Onny Pagawak, tidak memiliki surat keterangan tidak
pernah terpidana berdasarkan putusan pengadilan dan tidak dapat menyertakan
ijazah SD ataupun SMP yang sudah dilegalisasi oleh instansi yang berwenang.
Kalau saja syarat itu dipenuhi, nyaris saja kabupaten ini memiliki dua calon.
Demokrasi yang terganjal
di lembar-lembar persyaratan terkadang berubah menjadi anarki. Seperti yang
terjadi di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Awalnya terdapat tiga pendaftar untuk
pilkada di sini. Namun, hanya pasangan Jhon Richard Banua-Marthin Yogobi yang
didukung 10 partai politik yang berkasnya dinyatakan lengkap oleh KPU setempat.
Dua pasang calon lainnya, yaitu Bartol Paragaye-Ronny Elopere dan Jimmy
Asso-Lemban Kogoya ditolak lantaran berkas pencalonan dan berkas calon tidak
memenuhi syarat.
KOMPAS/FABIO
COSTA
Bupati Intan Jaya Natalis
Tabuni (kemeja putih) saat menyampaikan keterangan terkait situasi keamanan di
daerahnya.
Dukungan ganda
Silang sengkarut bukti
surat dukungan parpol menjadi salah satu penyebab gagalnya kedua calon itu
mendaftar. Jimmy Asso dan Lemban Kogoya membawa dua dukungan parpol PDI-P dan
PAN. Namun, surat dukungan parpol tersebut dinilai tidak memenuhi syarat. Dua
partai tersebut malah kemudian tercatat sebagai pengusung Jhon-Marthin.
Sementara, pasangan
Bartol Paragaye-Ronny Elopere, yang juga mendaftar dengan dukungan parpol
Gerindra dan Hanura, hanya satu berkas parpol yang memenuhi persyaratan. Hanya
berkas dari Partai Gerindra yang lengkap, sementara berkas Partai Hanura
dokumennya hanya berupa fotokopi. Kedua pasang bakal calon ini tidak dapat
memenuhi perbaikan hingga tutup pendaftaran.
Kegagalan pendaftaran
kedua pasang calon itu pun memicu amuk massa, merusak kantor KPU setempat.
Pendaftaran calon pun kemudian kembali dilakukan pada 19-21 Januari
2018, tetapi hingga akhir pendaftaran pasangan Bartol Paragaye-Ronny
Elopere tidak dapat menunjukkan keotentikan dukungan Partai Hanura. Pilkada
Jayawijaya pun hanya diikuti calon tunggal.
Persoalan otentisitas
dukungan parpol juga muncul di Kabupaten Puncak, Papua. Perbenturan antara
aturan administrasi pendaftaran KPU yang rigid dan pemaknaan atas legalitas
setempat menjadikan salah satu pasang calon gagal mengikuti pilkada.
Sebetulnya peminat
menjadi calon bupati Puncak terdapat tiga orang, yaitu
Hosea Murib-Mael Murib
dari jalur independen, Willem Wandik-Alus UK Murib yang didukung oleh 10
parpol, dan Repinus Telenggen-David Ongomang yang diusung empat parpol.
Hanya Hosea-Mael dinyatakan belum memenuhi syarat dukungan KTP ketika mendaftar
sehingga ditolak.
Sementara,
Telenggen-Ongomang ternyata kemudian bermasalah dengan dukungan parpol. Partai
dan berkas yang dicantumkan dalam dukungan untuk pasangan tersebut sudah
terlebih dahulu didaftarkan pasangan Willem Wandik-Alus Murib pada hari
pertama pendaftaran.
Dualisme dukungan partai
ini menyebabkan Telenggen-Ongomang tersingkir dan tahapan Pilkada Puncak pun
mengalami perubahan karena pasangan ini kemudian mengajukan gugatan ke Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu). Jika Telenggen-Ongomang menang, Kabupaten Puncak
nyaris saja diikuti calon tunggal. Jika kalah, nyaris saja ada dua calon. (Bambang
Setiawan/Litbang Kompas)
KOMPAS/YUNIADHI
AGUNG
Warga Distrik Mulia,
Kabupaten Puncak Jaya, Papua, yang berseteru karena berbeda pilihan dalam
pemilihan kepala daerah menggelar prosesi perdamaian untuk menyelesaikan
masalah.
No comments:
Post a Comment