Batas
Laut Profil Perbatasan Indonesia
Oleh Harmen Batubara
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk mewujudkan NKRI yang utuh di seluruh wilayah nusantara,
pertama kali dimunculkan dengan “Deklarasi Djuanda” pada tanggal 13 Desember 1957
yang mendasari perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi rejim negara kepulauan
(Archipelagic State) sebagai dasar dari konsepsi kewilayahan dalam rangka
mewujudkan Wawasan Nusantara. Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia mengenai wilayah perairan
Indonesia yang isinya antara lain menyatakan bahwa semua perairan di sekitar,
diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan dari wilayah
yurisdiksi Republik Indonesia.
Konsep
Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipe lagic State) diakui dunia bersamaan
dengan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) disahkan pada
tanggal 10 Desember 1982 dan Indonesia meratifikasinya dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985. Pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan tersebut
merupakan anugerah besar bagi bangsa Indonesia karena perairan yurisdiksi
nasional Republik Indonesia bertambah luas secara luar biasa, luas laut
Indonesia meliputi 2/3 dari seluruh luas wilayah negara. (Luas perairan menjadi
suatu kesatuan dengan daratan). Wilayah perairan yang demikian luas menjadi
beban tanggung jawab yang besar dalam mengelola dan mengamankannya. Untuk menga
mankan laut yang begitu luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang
maritim yang besar, kuat dan modern. Untuk mengelola sumberdaya yang terkandung
di dalamnya seperti : ikan, koral, mineral, biota laut, dll diperlukan SDM,
peralatan teknologi kelautan yang modem serta kesungguhan yang besar
Secara
geografi Indonesia merupakan Negara
terbesar ke lima di dunia yang menghubungkan dua benua (Asia-Australia) dan dua
samudra ( Hindia dan Pasifik) merupakan jantung perdagangan di belahan
dunia timur. Di Laut wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI berbatasan dengan 10 (sepuluh)
negara sahabat yaitu India, Thailand, Vietnam, Malaysia,
Singapura, Filipina, Kepu lauan Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste
dan di Darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu ; Malaysia, Papua Nugini
dan RDTL. Selain itu terdapat 92 (sembilan puluh dua) buah pulau kecil terluar
yang merupakan halaman Negara dan tiga belas diantaranya membutuhkan perhatian
khusus.
Wilayah
perbatasan memiliki nilai strategis baik sebagai kedaulatan, sebagai pangkal
pertahanan, sebagai halaman depan kebanggaan juga sebagai titik dasar dalam
penetapan garis batas wilayah territorial,
Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia. Sebagai halaman
depan bangsa ia sekaligus jadi pusat interaksi perekonomian, sosial budaya
dengan negara tetangga dalam suatu masyarakat Asean dan Dunia. Karena itu tidak diragukan lagi Garis
Perbatasan mempunyai arti penting dalam pembangunan kedau latan negara.
Wilayah
perbatasan merupakan wilayah terdepan dari kedaulatan negara dan mempunyai
peranan penting dalam memelihara
kebersamaan, pemanfaatan sumber daya, kepastian hukum bagi
penyelenggaraan aktivitas dan kegiatan masyarakat serta untuk menjaga keamanan
dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan
wilayah perbatasan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional hakekatnya mempunyai nilai strategis karena mempunyai dampak
penting bagi kedaulatan Negara dan merupakan
faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi.
(pengamanan
dan pengelolaan), diperlukan batas laut yang pasti dan tegas sebagai “pagar”
negara nusantara Indonesia dalam rangka melindungi, mengamankan dan menegakkan
kedaulatan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Penegakan kedaulatan dan
penga manan wilayah perairan bangsa dapat dilakukan dan dipertanggung-jawabkan
pada suatu negara yang batas-batasnya sudah pasti (diakui oleh kedua negara
yang berbatasan dan untuk laut lepas sesuai dengan UNCLOS 1982) dan telah dilaporkan/didepositkan
di PBB untuk mendapatkan pengakuan Internasional.
Potensi
Kelautan. Sebagai negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber
daya kelautan yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan
sebagian belum diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang
lengkap, akurat dan up to date sehingga laut sebagai sumber daya alter natif
dapat diperhitungkan pada masa mendatang. Dengan luas wilayah maritim.
Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 (dari perhitungan secara
kartografis) dan dengan kekayaan terkandung di dalamnya yang meliputi :
- Kehidupan
sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna
dan 110.000 spesies mikroba,
- 600
spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih
kaya dibandingkan Laut Merah yang hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7
genera,
- Sumberdaya
yang dapat diperbaharui (renewable
resources), termasuk ikan, udang, moluska, kerang mutiara, kepiting,
rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan karang dan biota laut lainnya,
- Sumberdaya
yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources), seperti minyak bumi, gas alam, bauksit, timah, bijih besi,
mangan, fosfor dan mineral lainnya,
- Energi
kelautan seperti : Energi gelombang, pasang surut,
angin, dan Ocean Thermal Energy Conversion,
- Jasa
lingkungan (environmental services) termasuk
tempat-tempat yang cocok untuk lokasi pariwisata dan rekreasi seperti
pantai yang indah, perairan berterumbu karang yang kaya ragam biota
karang, media transportasi dan komunikasi, pengatur iklim dan penampung
limbah,
- Sudah
terbangunnya titik-titik dasar di sepanjang
pantai pada posisi terluar dari pulau-pulau terluar sebagai titik-titik
untuk menarik garis pangkal darimana pengukuran batas laut berpangkal.
- Sudah
terwujudnya beberapa kesepakatan/ pejanjian batas
laut yaitu : dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
Australia dan PNG.
Berbagai
potensi tersebut di atas merupakan sumberdaya yang sangat potensial bila
dikelola, untuk kesejahteraan rakyat. Selama ini Indonesia hidup seolah
membelakangi laut, terlalu fokus kepada sumberdaya yang ada di darat, maka
sumberdaya laut yang beitu besar menjadi seolah olah tersia-siakan. Keadaan
inilah yang memberikan peluang kepada bangsa-bangsa lain untuk mengeksploitasi
laut kita dengan leluasa. Tapi kedepan hal itu tidak akan terulang lagi.
Kendala Kelautan. Disadari
bahwa penanganan bidang kelautan di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari
optimal hal itu terlihat dari, antara lain:
- Kehancuran
sebagian terumbu karang yang memilili fungsi
ekologi dan ekonomi yang hanya menyisakan sekitar 28%, rawa pantai dan
hutan mangrove (bakau) yang merupakan habitat ikan dan penyekat abrasi
laut, dari 4 (empat) jutaan hektar telah menyusut menjadi 2 (dua) jutaan
hektar;
- Pencurian
ikan[1]
oleh nelayan asing dengan berkolaborasi dengan warga Indonesia menunjukkan
kerugian sekitar 2 milyar dollar sampai 5 milyar dollar per tahun, atau
setara antara 25 – 65 triliun rupiah;
- Sumberdaya
manusia (SDM) di bidang kelautan masih
sangat minim baik di bidang perencanaan, pengelolaan, maupun hukum dan
pengamanan kelautan;
- Sebagian
besar (85%) kapal-kapal yang beroperasi
di perairan Indonesia menggunakan modal asing dan selebihnya adalah modal
nasional. Hal ini juga berdampak pada sekitar 50% pelayaran antar pulau
dikuasai oleh pihak asing;
- Minimnya
jumlah dan kualitas sarana dan prasarana (kapal,
peralatan, dll.) menyebabkan seringkali aparat keamanan laut (Kamla) kita
tidak berdaya menghadapi kapal-kapal pencuri ikan, sehingga hanya sebagian
kecil yang dapat ditangkap;
- Pemanfaatan
teknologi maju melalui pengamatan satelit
dalam rangka pengawasan dan pengamanan laut (Waspam) masih sangat terbatas
dan belum terintegrasi secara semes tinya;
- Eksplorasi,
eksploitasi dan pembangunan di sepanjang
pantai dan perairan telah menyebab kan pencemaran laut akibat pembua ngan
limbah dari proses kegiatan tersebut di atas, sehingga telah mendegradasi
habitat pesisir dan laut;
- Maraknya
kasus perompak laut khususnya di Selat Malaka dan alur
lintas kepulauan Indonesia (ALKI) telah menimbulkan konflik yang
mengundang intervensi negara maju (USA dan Jepang).
Hal
ini juga termasuk yang jadi pendorong bagi penulis untuk menerbitkan buku ini,
yakni untuk memper kenalkan wilayah perbatasan laut Indonesia. Karena tanpa
mengenal wilayah perbatasan maka sulit pula untuk mengetahui potensinya.
Sebagai pelaksana dan pemerhati perbatasan penulis sangat setuju untuk menggali
potensi ekonomi perbatasan yakni potensi yang menggabungkan antara ekonomi
geografi dan ilmu ekonomi untuk
mempelajari proses pembangunan di kawasan perbatasan yang terdiri paling tidak
dua daerah dengan sistem politik
dan kebijakan ekonomi yang
berbeda. Terdapat beberapa alasan mengapa studi
tentang ekonomi perbatasan
menjadi relatif penting, yaitu antara lain: Suatu kenyataan bahwa kebanyakan
kawasan perbatasan terletak jauh
dari pusat aktivitas ekonomi
sehingga timbul kecenderungan menjadi kawasan yang tertinggal. Adanya hambatan
administrasi dalam lalu
lintas antar barang
dan orang sehingga kawasan
perbatasan yang pada dasamya homogen menjadi heterogen; dan berkaitan dengan
trend globalisasi saat ini yang
mendorong perekonomian menjadi tanpa batas.
Karena
itulah hemat penulis sangat penting bagi warga atau siapapun mereka yang
tertarik akan kawasan perbatasan untuk mengetahui perbatasan laut kita itu
seperti apa? Bagaimana sejarahnya batas itu ditetapkan, ditegaskan kembali dan
dipelihara serta dikembangkan. Itulah yang menjadi misi dari penulisan buku
ini.
Selain
itu pengelolaan wilayah perbatasan mempunyi keterkaitan yang saling
mempengaruhi antara kegiatan yang dilaksanakan di wilayah perbatasan dengan
wilayah lain, juga mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan,
baik di daerah maupun nasional, serta merupakan faktor pendorong bagi
peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi khususnya masyarakat di wilayah
perbatasan. Wilayah perbatasan laut dan pulau-pulau terluar sampai saat ini
masih merupakan wilayah yang terisolir dan tertinggal serta umumnya masyarakat
masih hidup miskin. Implementasi kebijakan yang telah dilakukan masih
menunjukkan rendahnya keberpihakan,
perhatian pembangunan di wilayah perbatasan. Akibatnya berbagai bentuk dan
jenis ancaman baik militer maupun nir militer dengan menggunakan wilayah perbatasan
sebagai pintu masuk Indonesia, begitu mudah dilakukan.
Arah
kebijakan pengelolaan di wilayah perbatasan telah berubah dan diubah sejak
berdirinya BNPP dari kebijakan
pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi kedalam (inward looking)
menjadi keluar (outward looking). Paradigma pengelolaan secara “outward
looking” tersebut diarahkan untuk mengelola wilayah perbatasan sebagai halaman
depan negara yang berfungsi sebagai pintu gerbang keluar/masuk orang, barang
dan semua aktivitas, khususnya ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga
untuk meningkat kan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi perbatasan di Indonesia,
baik perbatasan darat maupun laut berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian
pula dengan negara-negara tetangga yang berbatasan, dimana setiap negara
memiliki karektaristik yang berbeda. Beberapa negara tetangga memiliki kondisi
sosial dan ekonomi yang lebih baik, namum sebagian lainnya memiliki kondisi
sosial ekonominya lebih terbelakang. Dengan adanya kondisi tersebut, maka
masing-masing kawasan perbatasan memerlukan pendekatan yang berbeda.
Pengembangan
wilayah atau kawasan perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan
kawasan perbatasan yang menyeluruh meliputi berbagai sektor dan kegiatan
pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif, mulai Pemerintah Pusat sampai ke tingkat Kabupaten/Kota dan kecamatan serta
Desa. Pola penanganan tersebut dapat di jabarkan melalui penyusunan
rencana berdasarkan proses yang
partisipatif baik secara horizontal di pusat maupun vertikal dengan
pemerintahan daerah, sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis
sampai dengan operasional sesuai dengan fungsi masing-masing sektor.
Fungsi pertahanan negara memiliki peran yang vital, yakni salah
satu pilar berdiri tegaknya negara. Fungsi pertahanan negara tidak sekedar
memperlengkapi diri dengan Alutsista yang modern akan
tetapi melalui suatu Strategi Pertahanan Negara yang efektif dalam
mendayagunakan segenap sumber daya pertahanan bagi perwujudan daya tangkal
(deference capability) yang mampu meniadakan setiap bentuk ancamanan. Kalaupun
selama ini yang terlihat sektor pertahanannya yang lebih menonjol, sebenarnya
hal itu dikarenakan lemahnya sektor non pertahanan itu sendiri; misalnya
petugas negara non pertahanan yang di tugaskan ke wilayah perbatasan umumnya
tidak ada yang berjalan secara efektip, sering terjadi petugasnya tidak sampai
di perbatasan tetapi mereka tetap menerima gaji secara utuh.
Ruang
wilayah negara merupakan kesatuan wadah yang menentukan keberhasilan misi
pertahanan negara. Karena itu perlu di kelola secara benar dan
berkesinambungan. Salah satu upaya dalam pengelolaan wilayah adalah melalui
Penataan Ruang Wilayah Nasional yang di selenggarakan secara terencana, terpadu
oleh pemerintah dengan melibatkan segenap masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Dalam perspektif pertahanan,
penataan ruang wilayah negara di selenggarakan dengan strategi penataan ruang
kawasan pertahanan baik pada masa damai maupun dalam situasi perang. Kedepan
aspek penataan ruang kawasan pertahanan akan semakin penting untuk ditangani
dan penanganannya secara lintas sektoral. Persoalan tata ruang di masa
mendatang akan semakin kompleks dan memerlukan peran serta para pihak.
Belum
tuntasnya penegasan dan penetapan garis batas antar negara akan dapat
berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan antar negara dimasa datang.
Terlebih lagi permasalahan garis batas adalah masalah sensitif yang sulit
dikompromikan. Boleh dikatakan hampir
semua negara Asean mempunyai permasalahan batas dengan negara tetangganya.
Termasuk di dalamnya persolan batas di Laut China Selatan. Disamping garis
batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam dan kondisi geografi
juga merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antar negara. Oleh
karenanya perlu dirumuskan kebijakan pembangunan di wilayah perbatasan, mulai
dari bidang pertahanan secara komfrehensif yang dipadukan dengan pembangunan
dan pengelolaan wilayah perbatasan
dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait.
Konteks Strategis Wilayah Perbatasan Dengan
merebaknya isu-isu keamanan non-tradisional, telah menimbulkan implikasi dalam
pola interaksi internasional. Implikasi tersebut berupa terjadinya perubahan
tata hubungan internasional yang ditandai dengan munculnya berbagai persepsi,
konsepsi dan pendekatan yang harus di kaitkan dengan berbagai penyelesaian
permasalahan global maupun regional, baik dalam konteks pengaturan tata
hubungan antar negara maupun dalam pola pengaturan keamanan internasional, yang
pada gilirannya berpengaruh terhadap kebijakan nasional.
Realitas
yang ada bahwa keamanan nasional yang kini dihadapi mempunyai keterkaitan
dengan isu-isu yang berdimensi eksternal, yang tidak terlepas dari akumulasi
aspek instabilitas ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam, yang cenderung
bersifat asimetris. Keterpurukan ekonomi, gejolak politik domestik terganggunya
keamanan dan semakin tajamnya kesenjangan sosial di tengah-tengah
masyarakat telah memicu konflik komunal,
banyak di pengaruhi oleh kecenderungan lingkungan strategis secara signifikan.
Kondisi tersebut senantiasa berubah dengan cepat dan penuh ketidak pastian,
sehingga dapat mengancam stabilitas keamanan nasional yang pada dasarnya
menjadi tumpuan bagi kelangsungan pembangunan di semua aspek kehidupan
nasional.
Pada
tingkat global, perkembangan demokrasi menjadi indikator penting dan universal
dalam mengontrol kehidupan politik negara-negara berkembang, sehingga dapat
menekan tingkat pelanggaran kemanusiaan (HAM) dan mendorong upaya perdamaian
global. Dengan semakin besarnya peran
PBB dan masuknya Indonesia dalam kelompok G-20, membuka peluang bagi upaya baru
dan revitalisasi PBB dalam mengatasi sejumlah komflik di berbagai kawasan
khususnya di negara berkembang di kawasan Asia tenggara dan Asia Timur,
khususnya yang terkait dengan laut china selatan dan belakangan ini perompak
diperbatasan laut antara Indonesia-Filipina-dan Malaysia.
Pada
tingkat regional, perkembangan kinerja ASEAN relatif dapat memberikan
kontribusi dalam mendorong kerjasama ekonomi dan keamanan, termasuk semakin
meluasnya jaringan ASEAN, menyusul terlibatnya sejumlah negara di luar kawasan
dalam kerjasama regional ASEAN (ASEAN Plus 3 dan 6). Gagasan Gagasan “Security
Community” dan peran ASEAN Regional forum dapat menjadi pintu dan sekaligus
media strategis dalam mengembangkan kerjasama dan dialog dalam meningkatkan
rasa saling percaya serta penyelesaian konflik di kawasan. Penanganan sejumlah
kejahatan trannasional termasuk penanganan perompak dan terorisme memang masih
terlihat kurang maksimal meski dapat dikatakan tetap mengalami sedikit
kemajuan, sehingga dunia internasional semakin memberikan perhatiannya dalam
mendukung dan mempertahankan stabilitas di kawasan.
Kerjasama Antar Negara
Belum oftimalnya keterkaitan pengelolaan perbatasan dengan kerjasama sub
Regional maupun Regional. Kerjasama bilateral, sub regional, maupun regional
memberikan suatu peluang besar bagi pengembangan kawasan perbatasan. Kerjasama
regional dan sub regional yang ada saat ini seperti ASEAN, Indonesia Malaysia
Singgapura – Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia Malaysia Thailand – Growth
Triangle (IMT-GT), Australia Indonesia Development Area (AIDA), maupun Brunai
Indonesia Malaysia Philipina – East Asian Growth Area, sudah bisa dijadikan
pijakan untuk pengem bangan kerja sama pembangunan di perbatasan.
Pada
umumnya perbatasan meliputi provinsi-provinsi di wilayah perbatasan di
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama perdagangan dan
investasi. Namum demikian bentuk-bentuk kerjasama ini belum memiliki
keterkaitan dengan pembangunan kawasan perbatasan yang tertinggal dan
terisolir. Ini disebabkan karena berkembangnya kawasan perbatasan sangat lamban
karena kurangnya infrastruktur yang ada di perbatasan, serta pemahaman dan
realitas kawasan perbatasan yang masih jauh dari yang semestinya. Kalau wilayah
perbatasannya sudah maju dipercaya hal itu tentu akan mendukung pertumbuhan
ekonomi di kawasan secara keseluruhan.
Belum
oftimalnya kerjasama antar negara dalam penanggulangan pelanggaran hukum di
perbatasan sehingga memungkinkan munculnya perompak laut dan pencari uang
tebusan dari berbagai kelompok khususnya kelompok Abu Sayyaf. Kerjasama antar
negara untuk menanggulangi pelanggaran hukum di kawasan perbatasan seperti
perampok, illegal logging, illegal fishing, penyelundupan narkotika, pelanggaran
batas negara dan berbagai jenis pelanggaran lainnya belum dapat di laksanakan
secara oftimal. Di beberapa daerah kepulauan misalnya kepulauan Riau, Sangihe
dan talaud, perairan Kalimantan Timur, Papua
dan NTB dan NTT, masih banyak nelayan asing terutama dari Thailand,
China dan Filipina yg melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa ijin dengan
memanfaatkan ketidak jelasan batas laut antara kedua negara dan kurangnya
pengamanan kawasan yang bisa dilakukan. Pembicraan dan kerja sama bilateral
untuk mengatasi permasalahan berbagai kegiatan illegal dengan negara tetangga
perlu terus di lakukan, mengingat sumberdaya yang telah dicuri selama ini
merugikan negara dalam jumlah yang cukup besar. Untunglah setelah pemerintahan
Jokowi-JK semua yang terkait keamanan laut dan perikanan kini menjadi jauh
lebih baik dan lebih tegas.
Semua
itu dan dalam rangka memelihara, membangun dan mengamankan serta memperkuat
keutuhan wilayah Negara, dengan jalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kawasan perbatasan negara secara benar. Dengan mengetahui batas yang benar
serta melakukan pembangunan infrastruktur untuk membuka isoalasi wilayah maka
dipercaya pertumbuhan ekonomi akan bisa bergerak dengan baik. Pembangunan yang
dapat menghubungkan potensi wilayah yang satu dengan lainnya dengan sarana dan
prasarana yang fungsional dipercaya akan bisa memberikan pertumbuhan ekonomi
dan sekaligus menghubungkan wilayah NKRI dengan dunia luar secara lebih
terhormat.
Buku
ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran secara utuh wilayah negara yang
terkait wilayah perbatasan di laut,
bagaimana batas itu ditegaskan; seperti apa batas laut itu ditegaskan kembali.
Seperti apa penentuan batas laut secara Teori, dan secara fakta. Siapa saja Tim
Penegasan batasnya; siap saja Tim Perundingnya. Buku ini juga akan
memperlihatkan bagaimana assets perbatasan tersebut di pelihara, dikembangkan
dan bagaimana peran Pos-pos lintas batas
selama ini dioptimalkan dalam pengamanan dan memberikan rasa aman di wilayah perbatasan
dan semua itu diuraikan serta di untai dengan berbagai permasalahan perbatasan
dan isu-isu yang berkembang dari sana.
Tentu
saja Buku ini masih jauh dari sempurna namun demikian akan terus diupayakan
agar dapat menampilkan realitas maupun
kondisi batas di perbatasan. Diyakini materi dan penyajian dalam penulisan buku
terkait perbatasan laut ini masih sangat sederhana dan masih terdapat berbagai
keterbatasan. Karena itu masih diperlukan bantuan para pihak khususnya
pemerintah daerah, Kodam
perbatasan, instansi terkait dan masyarakat di wilayah perbatasan untuk
ikut serta memberikan informasi dan meleng kapi berbagai informasi yang telah
ada. Sebagai akhir kata, di sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku perbatasan ini sehingga bisa sampai ke
tangan anda.
Salam Perbatasan,
[1]
Pencurian Ikan oleh nelayan asing ini secara signifikan berkurang setelah
pemerintah Jokowi-JK menenggelamkan kapal pencuri ikan illegal, tercatat lebih
300 kapal yang telah ditenggelamkan
No comments:
Post a Comment