Menangkan Pilkada, Strategi Sun Tzu Menangkan Pilkada
Pembaca
Yang Budiman.
Kesempatan
menjadi seorang Gubernur, Bupati atau Walikota sekarang ini kian terbuka. Kalau
anda merasa bahwa untuk Indonesia yang lebih baik maka diperlukan para pemimpin
yang baik, dan kalau anda merasa bahwa diri anda cukup baik untuk Indonesia?
Maka sebaiknya anda harus maju dan ikut Pilkada. Demikian juga dengan
organisasi kepemudaan atau organisasi Mahasiswa sudah sebaiknya dari awal
membekali para kadernya untuk mempersiapkan mereka jadi Pimpinan Daerah. Jangan
ragu. Demokrasi membuka jalan bagi siapa saja yang mampu jadi pemimpin untuk
ambil bagian. Tidak ada jeleknya kan? Habis jadi pimpinan daerah kemudian jadi Presiden
atau jadi Menteri? Anda tentu tidak keberatankan?
Kalau
anda berminat maka buatlah rencanamu. Bagi para perencana, persiapan adalah
tantangan, “gagal mempersiapkan dengan baik sama saja dengan merencanakan
kegagalan itu sendiri”. Ungkapan ini juga berlaku dalam dunia politik praktis.
Alam politik di era demokrasi modern berbeda dengan era sebelumnya. Dulu
seorang pemimpin sudah ditetapkan sebelum dia lahir dan kemampuannya penuh
dengan balutan mitos dan mistis secara turun-temurun. Tetapi setelah alam
demokratis muncul maka mitos dan mistis seperti itu dihancurkan oleh logika dan
rasionalitas. Orang tidak lagi mau dinina bobokkan maka kerja-kerja politik
praktis menjadi sesuatu yang terukur dan terencana. Tapi pakah sesederhana itu?
Seorang
calon pemimpin tidak bisa lagi bersikap pasif bagai putra mahkota yang menunggu
penobatan. Seorang politisi dituntut untuk melakukan aktivitas politik yang
terencana dalam suatu manajemen yang baik. Setiap perencanaan tak berlaku
seragam bagi setiap politisi. Seluruh perencanaan tersebut tentu harus
disesuaikan dengan kondisi objektif politisi bersangkutan. Demikian juga calon
Petahana dia boleh saja mempunyai berbagai kelebihan, tetapi soal mampu
tidaknya memenangkan Pilkada[1] itu bisa jadi soal lain lagi.
Memang harus diakui dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), calon
petahana memiliki kepercayaan diri yang luar biasa dibandingkan calon pendatang
baru.
Tapi
jangan lupa. Masih ingat dengan Pemilukada DKI 2012? Menurut penulis Pemilukada DKI adalah contoh
yang menarik tentang Tumbangnya seorang Petahana secara telak ditengah ke
populerannya. Popularis Pasangan Petahana begitu luar biasa. Tetapi begitu kita
melihat hasilnya? Kalah telak dan hilang begitu saja. Dalam pemilihan kepala
daerah kali itu, kubu petahana tampak begitu atraktif dibanding para
penantangnya. Salah satu kartu yang membuat publik berpikir ulang untuk tidak
berpindah dari petahana adalah pemaparan gagasan Mass Rapid Transportation yang
tampak visioner. Petahana memang punya banyak kelebihan khususnya terkait
“isu-isu visioner” pembangunan. Persepsi yang berkembang waktu itu hanya
petahana yang bisa melanjutkan “gagasan-gagasan visioner” itu. Calon baru akan
memerlukan waktu untuk belajar dan mempela jarinya.
Ya waktu itu
Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta, Jumat, 11 Mei 2012 lalu,
menetapkan enam pasangan calon gubernur. Secara sederhana, pasangan petahana
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, yang diusung Partai Demokrat, akan berhadapan dengan
lima pasang penantang. Para penantang itu ialah Joko Widodo (Jokowi)-Basuki
Tjahja Purnama (Ahok) yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Grindra, Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini oleh Partai Keadilan Sejahtera,
Alex Noerdin-Nono Sampono oleh Partai Golkar, dan dua pasangan independen,
Faisal Basri-Biem Benyamin, serta Hendardji Soepandji-A. Riza Patria.
Dari
sisi penantang, tampak belum ada konsep yang begitu berbeda dibanding
tawaran-tawaran kubu petahana. Inilah yang menyebabkan kubu petahana dikesankan
lebih visioner. Dan karena itu, kunci untuk mengalahkan petahana adalah dengan
membeberkan kelemahan kepemimpinan petahana periode sebelumnya. Di sinilah
strategi Sun Tzu dimanfaatkan dengan sebaik baiknya. Karena sudah memerintah satu periode, maka
ternyata kepemimpinan Fauzi Bowo dikesankan sangat egois dan sinis serta kurang
empati. Pecah kongsinya dengan Prijanto sebagai wakil gubernur jadi sesasi
utama. Foke tidak bisa bekerja sama dan berbagi. Ternyata mudah sekali membeberkan kelemahan
kepemimpinan dan kebijakan petahana. Di sisi ini, masalah utama petahana ialah
soal kepercayaan publik. Kubu petahana memang lebih bertumpu pada potensi
pemilih rasional dan mapan, bahwa perubahan tetap dalam kesinambungan dan itu
ternyata banyak disuka. Tapi, dalam hal kepercayaan ditambah lagi persoalan
karakter “sinis dan kurang berempati” nya Foke terus di tonjolkan, dan ini bisa
jadi bumerang. Hasilnya ternyata Petahana yang demikian kuat dan dominan di
segala lini serta didukung dana pencitraan yang tiada habisnya. Ternyata tidak
mampu mengalahkan Jokowi-Ahok. Pasangan pendatang baru, dua tokoh anak muda
yang sesungguhnya hanya biasa-biasa saja. Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tinggallah
kenangan.
Negara
Demokrasi Dari Dulunya
Bagi
Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan
sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun 1955
Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis. Kemudian
berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali Pemilu,
yakni tahun 1999, 2004, dan 2009.
Sehingga istilah Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini,
dan tentu saja, sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat
Indonesia.
Merunut
kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di masa
reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil beberapa
pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955 berlangsung pada
nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan partisipatif. Semangat
kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu membuat setiap
kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu. Sementara Pemilu di masa rezim
kleptokratik Orde Baru berada pada semangat zaman yang represif-totaliter.
Deparpolisasi dan anti partisipasi masyarakat sangat mendominasi
penyelenggaraan Pemilu di masa itu. Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru
melekat pada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis,
isu pemantauan melekat pada domain rezim pemerintah.
Pemilihan
umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada,
adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah
secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi
syarat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga
secara resmi bernama "pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah".
Memilih Pemimpin
Baru Secara Demokratis
Pilkada
pada tataran ideal dimaksudkan untuk melakukan pergantian kekuasaan di daerah
dengan cara yang demokratis, yaitu dengan mengikutsertakan rakyat secara
langsung. Sehingga, diharapkan akan terpilih sosok penguasa terbaik, yang alim
dan ihlas mengabdi untuk rakyat. Namun pada prakteknya muncul banyak distorsi
sehingga Pilkada tidak lagi bisa diandalkan untuk memunculkan pimpinan daerah
yang bagus. Tetapi persoalannya bukan di sana tetapi bagaimana anda bisa
memenangkan Pilkada dimaksud.
Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya
yang tidak memihak rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat
pada Pemilu sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat
bisa bertanggung jawab dengan tidak memilihnya lagi di Pemilu berikut nya.
Inilah
kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini berusaha
benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak dipegang oleh segelintir orang,
tetapi oleh kita semua dengan melakukan pengecekan ulang dan
perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui Pemilu langsung, masyarakat
pemilih bisa menilai apakah pemerintahan dan perwakilan pantas dipilih kembali
atau justru perlu diganti karena tidak mengemban amanah rakyat. Sebagai salah
satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep kedaulatan rakyat yang abstrak
menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah orang-orang terpilih yang mewakili
rakyat dan bekerja untuk dan atas nama rakyat. Tata cara seleksi mencari
pemimpin dengan melibatkan sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas
model memilih pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara
terbatas.
Dengan
demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar rakyat melahirkan
pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan yang tepat, untuk
perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama. Karena Pemilu adalah sarana
pergantian kepemimpinan, maka kita patut mengawalnya. Keterlibatan aktif
masyarakat dalam seluruh tahapan Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu
lebih kritis dan mengetahui secara sadar nasib suara yang akan diberikannya.
Suara kita memiliki nilai penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib
kita sendiri.
Soal
kualitas produk pemilu entah seperti apapun hasilnya, bagi anda yang penting
saat ini adalah bagaimana caranya untuk memenangkan Pilkada ini dan anda
Menjadi seorang Gubernur, atau seorang Wali Kota atau seorang Bupati. Karena
itu anda harus melihat dunia politik itu
sebagai sesuatu gelanggang persaingan biasa yang perlu dimenangkan. Dunia
politik tak ubahnya seperti arena bertarung yang sangat membutuhkan strategi
dan perencanaan untuk pemenangannya.
Tidak hanya sekedar politik uang, tebar sembako tetapi anda memang harus
bisa memenangkan hati para pemilih di daerah
pemilihan anda. Anda harus dapat memenangkan hati rakyat.
Saat
ini rakyat sudah banyak tahu dan semakin kritis serta sebagian besar tak lagi
tertarik pada hanya sekedar politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa
masih ada beberapa daerah yang memang masih fokus pada kemampuan bagi-bagi uang
dan tebar sembakonya para calon Pilkada. Karena itu tidak heran bahwa masih ada
sebagian partai politik yang menggunakan politik uang dan tebar sembako sebagai
strategi pemena ngannya.
Menurut
survey yang dilakukan oleh Pew Research
Center for the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan politik
di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas dari
pesan-pesan kampanye politik dan
strategi pencitraan para calon pemimpin yang maju Pilkada merupakan faktor
utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan, sehingga selain faktor biaya
yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik calon kandidat,
pencitraan calon pilkada merupakan kunci penentu kemenangan.
Bagi
sebagian besar warga pendekatan program kerja yang ditawarkan oleh calon
pilkada hanya akan dimengerti oleh publik yang “melek” politik. Tetapi bagi
publik yang “buta” politik, mereka akan lebih suka melihat citra para calon
pemimpin itu sendiri. Pengertian citra dalam hal ini berkaitan erat dengan
suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik, asosiasi, lembaga dan
juga simbol simbol tertentu terhadap personel yang diusung oleh partai. Dengan demikian, tanggapan dan penilaian
publik merupakan unsur penting dalam melakukan penelitian tentang Citra. Citra
(image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu
obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tersebut akan
ditentukan oleh citra obyek yang menampilkan kondisi yang paling baik. Karena
itu Pencitraan adalah salah satu kunci sukses pilkada anda.
Jadi
dalam garis besarnya memasarkan seorang calon Pilkada tak ubahnya seperti
memasarkan sebuah produk atau jasa kepada target pasarnya. Pada dasarnya, jika diibaratkan pemasaran
produk, target pasar untuk pemilukada adalah para pemilih (voters), yang kalau
kita cermati secara lebih teliti terbagi dalam empat (4) segmen. Segmen pertama
adalah pemilih ideologis (ideologist voters); yang kedua adalah pemilih
tradisional (traditional voters); yang ketiga adalah pemilih rasional (rational
voters) yang terbagi dalam pemilih intelektual dan non partisan; dan yang
keempat adalah pemilih yang masih berubah-ubah (swing voters). Dari data empiris memperlihatkan
persentasenya sebagai berikut : Ideologist dan Traditional Voters menguasai
sekitar 40% dari market share, sedangkan Rational Voters dan Swing Voters
menguasai sekitar 60% dari market share (Priosoedarsono, 2005[2]). Nah sebagai calon Gubernur,
calon bupati atau calon walikota anda dan tim sukses anda harus dapat merebut
suara tersebut sebanyak bisa.
Sekapur Sirih
Para
pembaca yang budiman. Pemilukada tidak ubahnya mempromosikan produk baru, meski
kualitasnya baik tapi tanpa didukung oleh promosi yang bagus dia tidak akan
dikenal oleh masyarakat. Kandidat anda tidak akan terpilih. Produk berkualitas
pada ahirnya memang pasti akan selalu unggul, tetapi tanpa dengan pemasaran
yang baik ia memerlukan waktu yang lama dan cenderung sudah terlambat. Berbeda
kalau dipromosikan dengan baik dan tepat maka ia akan jadi produk unggulan yang
disenangi warga. Karena itu pemanangan Pilkada saat ini sudah memerlukan suatu
organisasi pemenangan Pilkada secara profesional yang bisa memanfaatkan semua
sumber daya agar bisa memenangkan Pilkada.
Tugas
kandidat bukan lagi menyusun strategi dan taktik karena hal itu telah dipercayakan
pada Tim Sukses. Tugas Kandidat bukan lagi mencari dukungan dana dan mengelola
dana Kampanye. Karena anda telah memper cayakan tugas ini pada orang terpercaya
di dalam Tim Sukses anda. Tugas Kandidat bukan lagi untuk menyusun Jadwal
Kampanye, karena anda telah mempercayakan tugas ini pada manajer tim sukses
anda. Ketua Tim Sukses/Manajer Kampanye berserta anggota timnya bertanggung
jawab untuk menangani seluruh tahapan dan proses pemenangan, pelaksanaan sampai
sang Kandidat dilantik jadi Gubernur, jadi Wali Kota atau Bupati.
Salah satu yang
besar maknanya dalam keberhasilan seorang kandidat Pilkada adalah pemahamannya
bahwa sebaiknya segala sesuatu itu tidak terjadi begitu saja. Sesuatu upaya
yang dilakukan secara bertahap dan berlanjut. Karena itu kita ingin
mengingatkan pada calon kandidat Pilkada ada fase-fase penting yang sangat
berperan dalam kesuksesan seorang kandidat.
Fase Pertama adalah
Fase Penanaman Modal Sosial. Fase ini dikenal juga dengan fase sosialisasi.
Fase ini adalah fase dimana kandidat secara sungguh-sungguh dan benar-benar
dapat terjun ke tengah kehidupan masyarakat. Kandidat secara langsung ikut
melakukan berbagai kegiatan sosial di tengah-tengah masyarakat. Kandidat
melakukan kerja-kerja sosial yang populer di tengah warga, terserah apakah itu
terkait lingkungan hidup, paguyuban ternak atau para tani. Artinya paguyuban
yang populer di tengah-tengah warga di wilayah dimana anda akan maju untuk ikut
Pilkada tersebut. Bagi calon kandidat fase ini bisa berperan sebagai ajang pelatihan
kepemimpinan. Bagaimana caranya agar bisa terpilih jadi ketua paguyuban
tersebut dengan cara yang baik dan elegan. Hal ini penting, karena akan
langsung dilihat oleh warga.
Bagi kandidat yang
jeli, fase ini sesungguhnya bisa menjadi ajang unjuk kemampuan diri dalam hal
kepemimpinan. Jangan pernah berpikir bahwa modal sosial seperti ini bisa
diciptakan secara instant atau dibeli dengan harga tertentu. Semakin berhasil
seorang kandidat dalam organisasi kemasyarakatan maka akan semakin besar
kepercayaan warga padanya. Semakin besar keberhasilan calon kandidat dalam fase
ini maka akan semakin besar pengaruhnya pada popularitas calon kandidat. Semakin kuat pula modal sosial calon kandidat
dalam memperluas jaringan sosial kandidat di masyarakat.
Besarnya modal
sosial yang dipupuk oleh kandidat akan sendirinya akan dapat menekan biaya
finansial yang harus dikeluarkan oleh kandidat pada saat kampanye pilkada
nantinya. Bahkan pada tahap tertentu, justru pemilih yang akan secara suka rela
mengeluarkan tenaga dan dana untuk mendukung keberhasilan kandidat. Mereka mau
menjadi pekerja sukarela dalam mensuksesan keberhasilan calon kandidat. Para
sukarelawan yang teroraganisir dengan baik niscaya akan menjadi aset yang
sangat besar maknanya dalam pemenagan pilkada. Bisa dipahami, seberapa besarpun
dana yang ada tetapi kalau semua harus di bayar, pastilah dananya akan kurang.
Tim Sukarelawan adalah solusi ampuh dalam memenangkan Pilkada.
Fase Kedua adalah
Fase Meraih Dukungan Politik. Fase ini adalah fase dimana kandidat berhasil
mendapat kan dukungan dari partai politik yang tepat. Kenapa kita sebut partai
politik yang tepat? Karena kandidat mendapatkan partai politik yang sepenuhnya
mau dan bersedia memberikan dukungannya dan yang paling penting lagi adalah
Partai politik yang paling banyak pendukungnya di daerah tersebut dan mesin
politik partai itu mau mendukung keberhasilan anda. Anda harus berjuangan untuk
itu. Pada fase ini yang dibutuhkan adalah lobi-lobi politik dan kekuatan
finansial. Kedekatan dengan elit politik menjadi faktor penting.
Hal ini penting
untuk meyakinkan elit partai bahwa kandidat tersebut adalah orang yang punya
potensi besar untuk memenangkan Pilkada. Kandidat juga harus dapat menyakinkan
elit partai bahwa kemenangan kandidat tersebut akan menguntungkan partai untuk
kurun 5 tahun kedepan. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, untuk
mendapatkan tiket partai, kandidat juga harus mengeluarkan dana yang tidak
sedikit. Suka tidak suka ini lah konsekuensi dari sistem demokrasi yang tengah
kita bangun.
Fase Ketiga adalah
Fase Memobilisasi Dukungan Pemilih. Ini adalah fase atau babak final dari
pertandingan Pilkada. Disini kandidat dituntut untuk piawai mengatur dan
menggerakan mesin mobilisasi pendukung (jaringan sosial) dan mesin pencitraan
(media komunikasi). Pengalaman dan strategi politik sangat diperlukan pada fase
ini. Bila dipandang perlu, konsultan politik bisa diminta bantuanya untuk
mendampingi anda.
Para pembaca yang
budiman penulisan buku ini bermula dari permintaan seorang sahabat yang mau
ikut pemilukada, dia meminta semacam Tip untuk bisa memenangkan Pilkada.
Permintaan itu kemudian di uji dan diproses lewat mekanisme diskusi rutin yang
melibatkan pakar Tim Perbatasan, dan Tim Pertahanan dari kelompok www.wilayahperbatasan.com.
Setelah putaran diskusi yang ketiga, ternyata hasilnya tidak saja sekedar Tips
untuk memenangkan Pilkada secara Elegan, tetapi sudah hampir menyeluruh berisi
suatu strategi dan taktik dari suatu proses pemenangan Pilkada secara Elegan.
Itulah cikal bakal yang menjadi lahirnya buku ini.
Penulis berterima
kasih pada kerjasama Tim, baik sesama mantan anggota Tim Pakar Batas Kemdagri,
juga tim ahli PT Indah Unggul Bersama dan semua anggota dari Tim Perbatasan dan
Pertahanan yang terhimpun dalam jaringan www.wilayahperbatasan.com dan www.wilayahpertahanan.com Semoga buku ini dapat memberikan manfaat pada
kemajuan berdemokrasi di tanah air tercinta.
Untuk memperkaya
cara pandangan anda, maka buku ini disusun dengan daftar isi sebagai berikut :
Tebal Buku : 330 Halaman; Cetakan ke-8 : ISBN-978-602-1062-77
Sekapur Sirih
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I STRATEGI
SUN TZU DALAM PEMILUKADA
1.1 Latar Belakang.
1.2 Kenapa Buku Ini Saya Tulis
1.3 Untuk Siapa Buku Ini Saya Tulis
1.4 Apa Manfaat Buku Ini Buat Anda
1.5 Tata Urut dan Ruang Lingkup
Defenisi dan
Pengertian
Daftar Pustaka
BAB II TATA CARA PENDAFTARAN PEMILUKADA
2.1 Sejarah Pemilukada.
2.2
Poin-point Perlu Revisi UU Nomor 1 Tahun
2015 tentang Pemilukada
2.2.1 Revisi Versi atau Usulan DPR. Dewan
2.2.2 Poin-poin Revisi Versi Pemerintah.
2.2.3 13 Poins
Revisi UU Pilkada Kesepakatan
2.2.4 21 Poin Revisi Sesuai UU No10 Tahun 2016
2.3 Calon Pilkada Dari Partai Politik Yang
Tengah Konflik
2.4 Intisari UU No 1 Tahun 2015 tentang
Pemilihan Kepala Daerah.
2.5 Tata Cara dan Mekanisme Pemilihan Kepala
Daerah
BAB III
RENCANAKAN KEMENANGANMU
3.1 Seni Perang Sun Tzu dalam Pilkada
3.2 Ihtiar
Itu Harus Maksimal
3.3 Temukan Visi
dan Misi, Gratiskan Pen didikan dan Kesehatan.
3.4 Temukan Kenderaan Politik yang sinergis
dengan Keberhasilan Anda.
3.5 Buat Peta Politik dan Kekuatan Pendukungnya
3.6 Mengetahui
Kelemahan dan Kekuatan Petahana dan Kandidat Lain
BAB IV MEMBENTUK TIM SUKSES
4.1 Pahami Aturan Kampanye di Media Sosial.
4.2 Persiapan Pembentukan Tim Sukses
4.3 Penyiapan sarana dan prasarana Tim
Sukses
4.4 Pembentukan Tim Sukses
4.5 Road Map Menuju Kemenangan
4.5.1 Matangkan
Strategi
4.5.2 Road Map
Tim Sukses
BAB V LAUNCHING KAMPANYE, ME NANGKAN PILKADAMU
5.1 Big Launching atau Soft Launching?
5.2 Persiapan Launching
5.3 Big Launching Kampanye
5.4 Optimalkan Kinerja Tim Suksesmu
5.5 Menangkan Pilkadamu
5.6 Pengalaman Kandidat Yang Berhasil
5.7 Pertarungan Pilkada DKI-2017
5.8 Pilkada 2018, Menangnya Kotak Ko song di
Makassar
5.9 Tahapan Pilkada Serentak 2018 Berikut Jadwal
Lengkapnya
5.10 PilPres dan
PiLeg Serentak Tahun 2019 Yang Perlu Anda Tahu
5.11 Berharap
Tak Ada Peru bahan Undang-Undang untuk Pilka da
Tahun 2020
5.12 Rancangan
Tahapan dan Jadwal Pilkada Serentak 2020
Sekilas Tentang Penulis
DiCetak Pertama Kali Tahun : 2015
No comments:
Post a Comment