Ahli hukum tata negara berharap sanksi berat bisa dijatuhkan kepada hakim konstitusi yang terbukti melanggar etik dalam memutus perkara uji materi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Putusan tegas dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diyakini dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga penjaga konstitusi tersebut. Tetapi faktanya, MKMK itu sendiri tidak mampu menerapkan Etikanya. Lalu kita mau bilang apa?
Sepintas. Gibran Bisa jadi CaWaperes merupakan hasil suatu strategi yang sangat berilian, dalam mengangkat orang-orang muda untuk ikut dalam Pilpres. Tetapi dibalik jargon itu sebenarnya yang memperoleh manfaat besar adalah Prabowo Subianto. Khususnya ketika Prabowo bisa menjadikannya sebagai Calon Wakil Presidennya dengan memanfaatkan keputusan MK yang kontraversi itu.
Strategi itu berhasil dan membuat dinamika Pilpreres di Indonesia berubah total dan telah memastikan secara UU Capres Prabowo bisa menjadikan Gibran sebagai Calon Wakilnya. Sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan oleh yang “taat pada Konstitusi”. Tetapi itu ternyata bisa dilakukan oleh pendukung Prabowo.
Ide ini sebenarnya bermula dari keyakinan para pihak bahwa Jokowi masih mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam memenangkan seorang Capres. Adagium itu mempercayai bahwa endorsnya Jokowi akan sangat menentukan kemenangan Capres di tahun 2024. Kala itu muncul dua dikotomi, pertama yang sama sekali tidak percaya itu, dan secara khusus mengusung pola anti tesa dengan jalan memberi label perubahan. Mereka mencari kemenangan lewat anti tesa Jokowi, yakni perubahan. Sementara dua lainnya berlomba menjadi penerus Jokowi dan melakukan jurus – jurus pendekatan agar memperoleh endorsnya Jokowi.
Tetapi kemudian, berkaca dari berbagai hasil survey ternyata kalau hanya sekedar berpegang pada endors saja kenaikan elektabilitas itu hanya sekitar antara 4 sampai 5 persen saja. Tidak lebih. Karena itu harus ada cara lain yang memaksa seorang Jokowi agar mau tidak saja Endorsnya tetapi malah berjuang untuk memenangkannya. Hal itu mereka temukan, yakni dengan jalan menjadikan Gibran putra Jokowi menjadi seorang CawaPres mereka. Mereka sadar bahwa itu tidak mungkin, karena UU membatasi usia Cawapres pada umur 40 tahun. Jadi harus ada keputusan MahKamah Konstitusi yang baru untuk itu. Dan itulah yang terjadi. Ternyata Mahkamah Konstitusi mengabulkan doa mereka dan jadilah Gibran sebagai CawaPres.
Upaya untuk menggagalkan pasangan ini Sontak bergemuruh, dan berharap agar Majelis Kehormatan MKatau MKMK bisa membatalkannya? Hasilnya? Nol Besar MKMK nya sendiri justeru tidak mampu menerapkan etikanya sesuatu standar MKMK itu sendiri. Sesuai etis MKMK maka pelanggaran Etika Berat pada MK harus di ponis pemberhentian dengan tidak hormat. Faktanya MKMK tidak mampu melakukannya. Lalu bagaimana lagi?
Yang mencengangkan lagi adalah efek dari Etika pada penCawaPresan ini ternyata tidak ngefek. Dari hasil survey jajak pendapat (apakah surveinya juga pesanan?). Lalu sperti apa kita melihat Etika masyarakat kita? Apakah Etika itu sudah berlalu? Atau kalah pamor sama nama besar Jokowi? Hanya waktulah yang akan menentukan.