Politik Uang Masih
Menjadi Isu Utama Jelang Pilkada 2020
Politik uang dinilai
masih akan menjadi isu utama dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 mendatang.
Rendahnya pendidikan politik bagi pemilih menjadi penyebab politik uang masih
berkuasa. Data Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menunjukkan,
selama masa tenang pada Pemilihan Umum 2019 setidaknya ada 36 praktik politik
uang. Praktik ini pun dinilai akan kembali terulang pada Pilkada 2020 yang akan
dilaksanakan serentak pada 23 September 2020.
Kerawanan politik uang
itu dipaparkan dalam diskusi akhir tahun ”Konsolidasi Masyarakat Sipil dan
Proyeksi Pemantauan Pilkada 2020”, di Jakarta, Senin (23/12/2019). Diskusi itu
dihadiri Koordinator Nasional JPPR Alwan Ola Riantoby, Peneliti Senior JPPR
Nurlia Dian Paramita, dan anggota Badan Pengawas Pemilu, Mochammad Afifuddin.
Selain itu, hadir pula
Koordinator Nasional JPPR Tahun 2009 Jerry Sumampow dan Koordinator Nasional
JPPR Tahun 2011 Daniel Zuchron sebagai narasumber dalam diskusi itu. Alwan
menyampaikan, perlu dibangun tradisi pendidikan politik agar tercipta pemilih
yang cerdas dan rasional. Dalam konteks ini, rakyat diharapkan menjadi pelaku
utama yang memberikan pendidikan politik.
”Perlu diingat bahwa
pada rezim pilkada serentak, demokrasi menjadi kelebihan, tetapi menyisakan
persoalan, salah satunya politik uang. Kita pun berharap Pilkada 2020 bisa
menjadi proyeksi untuk memotret dan memangkas jumlah politik uang yang sangat
tinggi,” jelasnya. Sementara itu, tingginya angka partisipasi pemilih dalam
Pemilu 2019, disampaikan Nurlia, ternyata tidak diikuti dengan kesadaran
masyarakat atas siapa yang mereka pilih. Pemilih masih terkooptasi dengan
sistem yang ada sehingga hanya sebatas formalitas.
”Mereka memilih karena
memang harus memilih. Untuk itu, kontrol masyarakat menjadi penting, harus
sadar siapa yang akan dipilih dan tahu benar siapa orangnya,” ujar Nurlia. Jerry
Sumampow pun menyatakan, politik uang dalam pilkada menandakan demokrasi kita
semakin oligarki. Sebab, kekuatan finansial yang kemudian menentukan apakah
bisa terpilih atau tidak. Fokus masyarakat pun dialihkan oleh kekuatan uang
yang dimiliki segelintir elite politik.
”Kalau oligarki
semakin kuat, masyarakat menjadi enggak penting karena hanya akan menjadi
legitimator dalam pemilu ataupun pilkada ke depan. Maka, penting untuk
menyadarkan masyarakat bahwa politik uang tidak akan menyejahterakan,” kata
Jerry.
Konsolidasi sipil
Guna mengatasi politik
uang, konsolidasi masyarakat sipil dalam rangka penguatan kapasitas pemilih
dipandang menjadi mutlak dilakukan. Penguatan kapasitas pemilih, menurut para
narasumber yang hadir, dapat ditempuh dengan menggalang pendidikan politik.
Dengan adanya konsolidasi ini diharapkan polarisasi tidak terjadi di masyarakat
selama menjelang Pilkada 2020.
Mochammad Afifuddin
mengatakan, Bawaslu pun memiliki pandangan bahwa pendidikan politik bagi
masyarakat memang harus terus digalakkan. Dari beberapa pemilu sebelumnya, ada
kecenderungan sukarelawan yang berfungsi sebagai pemantau tidak lagi bersikap
netral, tetapi menjadi bagian yang memenangkan calon tertentu. ”Kita akan
menghadapi pilkada serentak yang paling besar sepanjang sejarah. Bisa
dikatakan, kita akan mengadakan pilkada di setengah negara pada 2020 dalam satu
hari,” terangnya.
Untuk itu, menurut
Afifuddin, ada empat unsur yang harus dipenuhi dalam menunjang Pilkada 2020
berjalan lancar.
Pertama, soal aturan, khususnya aturan dalam berkampanye di media sosial harus
diatur lebih detail. Selain itu, penyelenggara, dalam konteks ini Komisi
Pemilihan Umum dan Bawaslu, juga dipastikan dapat menjalankan fungsinya dengan
tepat.
Kedua, soal peserta, bahwa masih ada peluang calon tunggal akan marak terjadi.
Jika tidak diantisipasi, kekuatan lokal akan menciptakan kondisi agar tidak ada
kompetisi. Hal ini tentu dapat mengancam demokrasi.
Terakhir, harus dipastikan bagaimana masyarakat sebagai pemilih mendapatkan
informasi yang tepat terkait siapa calon kepala daerahnya. ”Solidaritas pemilih
harus dijaga. Memilih bukan kewajiban, tetapi bagaimana hak ini mau dipakai
untuk aktivitas pemilu,” kata Afifuddin.
Sumber : Politik Uang Masih Menjadi Isu Utama Jelang
Pilkada 2020 Oleh: Sharon Patricia
kompas.id., 23 Desember 2019 19:34 WIB