December 24, 2019

Politik Uang Masih Menjadi Isu Utama Jelang Pilkada 2020



Politik Uang Masih Menjadi Isu Utama Jelang Pilkada 2020

Politik uang dinilai masih akan menjadi isu utama dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 mendatang. Rendahnya pendidikan politik bagi pemilih menjadi penyebab politik uang masih berkuasa. Data Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menunjukkan, selama masa tenang pada Pemilihan Umum 2019 setidaknya ada 36 praktik politik uang. Praktik ini pun dinilai akan kembali terulang pada Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan serentak pada 23 September 2020.

Kerawanan politik uang itu dipaparkan dalam diskusi akhir tahun ”Konsolidasi Masyarakat Sipil dan Proyeksi Pemantauan Pilkada 2020”, di Jakarta, Senin (23/12/2019). Diskusi itu dihadiri Koordinator Nasional JPPR Alwan Ola Riantoby, Peneliti Senior JPPR Nurlia Dian Paramita, dan anggota Badan Pengawas Pemilu, Mochammad Afifuddin.

Selain itu, hadir pula Koordinator Nasional JPPR Tahun 2009 Jerry Sumampow dan Koordinator Nasional JPPR Tahun 2011 Daniel Zuchron sebagai narasumber dalam diskusi itu. Alwan menyampaikan, perlu dibangun tradisi pendidikan politik agar tercipta pemilih yang cerdas dan rasional. Dalam konteks ini, rakyat diharapkan menjadi pelaku utama yang memberikan pendidikan politik.
”Perlu diingat bahwa pada rezim pilkada serentak, demokrasi menjadi kelebihan, tetapi menyisakan persoalan, salah satunya politik uang. Kita pun berharap Pilkada 2020 bisa menjadi proyeksi untuk memotret dan memangkas jumlah politik uang yang sangat tinggi,” jelasnya. Sementara itu, tingginya angka partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019, disampaikan Nurlia, ternyata tidak diikuti dengan kesadaran masyarakat atas siapa yang mereka pilih. Pemilih masih terkooptasi dengan sistem yang ada sehingga hanya sebatas formalitas.


”Mereka memilih karena memang harus memilih. Untuk itu, kontrol masyarakat menjadi penting, harus sadar siapa yang akan dipilih dan tahu benar siapa orangnya,” ujar Nurlia. Jerry Sumampow pun menyatakan, politik uang dalam pilkada menandakan demokrasi kita semakin oligarki. Sebab, kekuatan finansial yang kemudian menentukan apakah bisa terpilih atau tidak. Fokus masyarakat pun dialihkan oleh kekuatan uang yang dimiliki segelintir elite politik.
”Kalau oligarki semakin kuat, masyarakat menjadi enggak penting karena hanya akan menjadi legitimator dalam pemilu ataupun pilkada ke depan. Maka, penting untuk menyadarkan masyarakat bahwa politik uang tidak akan menyejahterakan,” kata Jerry.

Konsolidasi sipil

Guna mengatasi politik uang, konsolidasi masyarakat sipil dalam rangka penguatan kapasitas pemilih dipandang menjadi mutlak dilakukan. Penguatan kapasitas pemilih, menurut para narasumber yang hadir, dapat ditempuh dengan menggalang pendidikan politik. Dengan adanya konsolidasi ini diharapkan polarisasi tidak terjadi di masyarakat selama menjelang Pilkada 2020.
Mochammad Afifuddin mengatakan, Bawaslu pun memiliki pandangan bahwa pendidikan politik bagi masyarakat memang harus terus digalakkan. Dari beberapa pemilu sebelumnya, ada kecenderungan sukarelawan yang berfungsi sebagai pemantau tidak lagi bersikap netral, tetapi menjadi bagian yang memenangkan calon tertentu. ”Kita akan menghadapi pilkada serentak yang paling besar sepanjang sejarah. Bisa dikatakan, kita akan mengadakan pilkada di setengah negara pada 2020 dalam satu hari,” terangnya.

Untuk itu, menurut Afifuddin, ada empat unsur yang harus dipenuhi dalam menunjang Pilkada 2020 berjalan lancar.
Pertama, soal aturan, khususnya aturan dalam berkampanye di media sosial harus diatur lebih detail. Selain itu, penyelenggara, dalam konteks ini Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu, juga dipastikan dapat menjalankan fungsinya dengan tepat.
Kedua, soal peserta, bahwa masih ada peluang calon tunggal akan marak terjadi. Jika tidak diantisipasi, kekuatan lokal akan menciptakan kondisi agar tidak ada kompetisi. Hal ini tentu dapat mengancam demokrasi.
Terakhir, harus dipastikan bagaimana masyarakat sebagai pemilih mendapatkan informasi yang tepat terkait siapa calon kepala daerahnya. ”Solidaritas pemilih harus dijaga. Memilih bukan kewajiban, tetapi bagaimana hak ini mau dipakai untuk aktivitas pemilu,” kata Afifuddin.
Sumber :    Politik Uang Masih Menjadi Isu Utama Jelang Pilkada 2020  Oleh: Sharon Patricia kompas.id., 23 Desember 2019 19:34 WIB

1 comment: