Simbol Kotak Kosong merayakan Kemenangannya-Suara Rakyat Suara Tuhan
Drama
demokrasi di Pilkada Makassar, Rakyat Memilih Kotak Kosong
Oleh HarmenBatubara
Di antara
sekian kabar seputar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 yang
beredar beberapa jam setelah pencoblosan. Kemenangan KOTAK KOSONG atas CALON
TUNGGAL di Pilkada Makassar adalah kabar yang MENGEJUTKAN. Kabar kemenangan
kotak kosong dalam Pilkada Makassar bersandar kepada hitung cepat (quick count-Celebes
Research Centre (CRC), Jaringan Suara Indonesia (JSI), dan Lingkaran Survei
Indonesia (LSI)-yang hasil hitung cepatnya memperlihatkan bahwa calon tunggal
dikalahkan oleh kotak kosong. Dengan tingkat partisipasi 60 persen dalam
Pilkada Makassar ini, hasil hitung cepat menunjukkan pasangan calon wali kota
Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) yang menjadi calon tunggal
dalam pemilihan itu memperoleh 46,51
persen suara. Sedangkan kotak kosong memperoleh 53,49 persen suara.
Tidak pelak
lagi, fenomena Pilkada Makassar memang dari awalnya sudah terlihat ada sesuatu
yang perlu dicermati. Karena, dilihat dari sisi proses politiknya, merupakan
pemilihan yang kontroversial dalam rangkaian Pilkada serentak 2018[1]. Bahkan tidaklah salah jika ada yang memandang
Pilkada Makassar sebagai contoh nyata drama yang bisa terjadi dalam praktik
politik elektoral di Indonesia. Pada mulanya calon yang dianggap paling kuat
dalam Pilkada Makassar adalah Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto. Danny adalah
Wali Kota Makassar. Danny dianggap berhasil membangun Makassar selama menjabat
Walikota. Itulah faktor yang bisa mengokohkan posisinya jika ikut kembali
bertarung dalam Pilkada Makassar 2018. Hampir semua partai politik (Parpol)
diperkirakan akan mendukungnya. Bahkan, pada pertengahan 2017, banyak pihak
memperkirakan Danny akan bertarung dengan kotak kosong.
Peta politik
mulai berubah ketika Partai Golkar mengusung Munafri Arifuddin, CEO PSM Makassar
yang juga keponakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai calon. Situasi berubah
begitu cepat. Parpol mengalihkan dukungan ke Munafri. Tidak tanggung-tanggung pada
akhir 2017, Munafri mendapat dukungan dari 10 Parpol. Appi-Cicu diusung Partai
Nasdem, Golkar, PDI-Perjuangan, Gerindra, Hanura, PKB, PPP, PBB, PKS, dan PKPI.
Koalisi gemuk ini mengantongi 43 dari 50 kursi parlemen Makassar Tinggalah
Danny sendirian, tanpa dukungan Parpol.
Peralihan dukungan besar-besaran Parpol itu tampak dramatis, bahkan ada yang
menilainya sebagai hal yang tidak wajar.
Namun
demikian, Danny memutuskan tetap ikut bertarung dalam Pilkada Makassar 2018
dari jalur perseorangan, independen. Dengan menggandeng Indira Mulyasari, Danny
mendaftarkan diri sebagai pasangan calon (Paslon) dari jalur perseorangan dalam
Pilkada Makassar 2018. KPU Makassar menetapkan dua Paslon dalam Pilkada
Makassar pada minggu kedua Februari: Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu)
yang mendapat nomor urut 1, dan Mohammad Ramdhan Pomanto -Indira Mulyasari
Paramastuti Ilham (Danny-Indira) yang mendapat nomor urut 2.
Pada masa
awal setelah pendaftara PasLon, Danny
langsung dihadapkan dengan dua kasus. Pertama, ia diseret ke dalam kasus dugaan
korupsi pengadaan 7 ribu pohon ketapang. Kedua, ia juga dikaitkan dengan kasus
dugaan korupsi sanggar UMKM. Belakangan polisi menyatakan Danny tidak terlibat
dalam kedua kasus korupsi itu. Tak lama berselang, KPU Makassar digugat oleh
Paslon nomor urut 1 karena meloloskannya sebagai Paslon dalam Pilkada. Gugatan itu
terkait pembagian telepon seluler kepada Rukun Tetangga dan Rukun Warga, serta
pengangkatan tenaga sukarela menjadi tenaga honorer yang dilakukan Danny dalam
kapasitasnya sebagai Walikota Makassar. Tindakan Danny itu dianggap melanggar
larangan bagi petahana untuk menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang
menguntungkan bagi calon. Banyak pihak memandang kedua kegiatan itu dilakukan
oleh Danny adalah bagian dari tugasnya sebagai Walikota sesuai dengan Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang sudah disusun sejak 2016. Panwaslu
Sulawesi Selatan menolak gugatan itu. Namun itu tidak berarti upaya
menghentikan Danny dari proses pencalonan berhenti.
Gugatan
dilangsungkan lagi lewat jalur Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada minggu ketiga
Maret PTUN Makassar mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan KPU untuk
membatalkan penetapan pencalonan Paslon No 1. Atas putusan itu KPU mengajukan
permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun MA menolak permohonan kasasi
pada minggu ketiga April. Atas dasar itu, KPU membatalkan penetapan pencalonan
Danny-Indira. Danny melakukan perlawanan
dengan menggugat KPU atas pembatalan itu. Bawaslu mengabulkan gugatan itu dan
memerintahkan KPU untuk menetapkan Danny-Indira sebagai paslon. Namun KPU
mengabaikan kewajiban itu dan memastikan Pilkada Makassar hanya diikuti oleh
calon tunggal. Pilkada Makassar 2018 memperlihatkan betapa praktik politik
elektoral bisa berjalan secara keras untuk mengeliminasi lawan tandingnya. Dan
dalam politik, segala kemungkinan selalu berpeluang terjadi secara “ajaib”.
Tetapi cara seperti itu tidak pernah direkomendasikan “Sun Tzu”. Musuh
sekalipun berhak mendapatkan rasa hormat dari para petarungnya.
Meski bukan
sebagai pemenang[2], sebuah acara syukuran digelar oleh Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan 'Danny'
Pomanto di kediamannya di Jalan Amirullah, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu
sore, 27 Juni 2018. Para simpatisan diundang. Beragam penganan disajikan. Di
depan para pendukungnya, Danny sujud-syukur. Danny bukannya sedang merayakan
kemenangannya di Pilwalkot Makassar. Pasalnya, meskipun berstatus sebagai PETAHANA,
pencalonan Danny didiskualifikasi KPU Makassar karena tersangkut kasus hukum.
Sesuatu yang sulit untuk diterima akal sehat, tetapi itulah Demokrasi. Politik
bisa saja mengatur para pemain, tetapi rakyatlah yang menentukan.
Peristiwa ini
memang adalah kali pertama kotak kosong
memenangi kontestasi pilkada. Di Pilkada Serentak 2015, 2016 dan 2017, fenomena
pasangan calon 'bertarung' melawan kotak kosong juga terjadi di sejumlah
daerah. Namun, kotak kosong tak pernah menang.
Di Pilkada Serentak 2018, tercatat ada 11 petahana yang bertarung
melawan kotak kosong. Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad
Qodari, kasus fenomena kotak kosong di Makassar unik karena pencalonan petahana
ditolak KPU dan kotak kosong mampu mengalahkan koalisi gemuk 10 partai.
“Incumbent ini populer sekali. mengampanyekan pilih kotak kosong dan ternyata
betul-betul menang. Ini sejarah,” ujar Qodari.
Sesuai UU
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang PILKADA mengatur mekanisme pilkada yang hanya
diikuti calon tunggal. Dalam Pasal 54 D diatur, pemenang pilkada dengan calon
tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah. Apabila suara
yang diperoleh tidak mencapai lebih dari 50%, maka pasangan calon yang kalah
boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya. Pada pasal 25 ayat 1 PKPU
Nomor 13 Tahun 2018 disebutkan bahwa apabila perolehan suara pada kolom kosong
lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto pasangan calon, KPU
menetapkan penyelenggaraan pemilihan kembali pada pilkada periode berikutnya. Sementara
di ayat 2 disebutkan "Pemilihan serentak berikutnya sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan
sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Menurut
Komisioner KPU Viryan Aziz, periode berikutnya bukan lima tahun mendatang.
Namun, ketika pilkada serentak terdekat akan digelar. "Dalam UU 10 tahun
2016 disebutkan pilkada serentak berikutnya adalah tahun 2020," kata
Viryan. Lalu, siapakah yang memimpin
pemerintahan? Dalam UU Pilkada disebutkan bahwa 'jika belum ada pasangan yang
terpilih, maka pemerintah menugaskan penjabat untuk menjalankan pemerintahan.'
Artinya, Kementerian Dalam Negeri yang nantinya akan memilih Wali Kota Makassar
yang bertugas hingga perhelatan Pilkada Serentak 2020.
Ketua Majelis
Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Zulkifli Hasan[3]
meminta semua pihak menerima dengan lapang dada hasil Pilkada Makassar. Namun
demikian, ia menyebut, kemenangan kotak kosong harus dijadikan momentum
menelaah kembali UU Pilkada. "Ya, itu pelajaran penting ya. Semua itu
tergantung UU juga. Dalam UU, kalau menang, ya tetap menang. Tapi itu jadi
pelajaran penting. Jangan sampai terjadi lagi," ujar Zulkifli di Kompleks
DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.
Menurut
Zulkifli, sejak awal Partai Amanat Nasional (PAN) tak setuju adanya calon
tunggal di perhelatan Pilkada Serentak 2018. Calon tunggal, kata dia, sangat
tidak demokratis dan potensial mendorong para calon kepala daerah mengandalkan
duit untuk memborong semua partai. "Lawan kotak kosong sangat tidak
demokratis. Kami dari dulu tidak setuju. Apalagi partai bisa memborong
kandidat. Kan demokrasi harus ada kompetisi. Kalau lawan kotak kosong gimana?
Yang punya uang borong partai,” tandasnya.
Pada ahirnya
Rakyatlah yang jadi penentu Demokrasi itu, secara Politik mungkin saja para
pihak bisa membelinya lewat berbagai cara, tetapi kalau Rakyat tidak suka, maka
permainan Politik itupun nggak membuahkan apa-apa. Demokrasi memang indah kalau
didukung suara rakyat secara benar.
[1] https://beritagar.id/artikel/editorial/drama-demokrasi-di-pilkada-makassar
[2] https://rappler.idntimes.com/christian-simbolon/pilkada-makassar-tatkala-kotak-kosong-memenangi-pilkada/full
[3] https://rappler.idntimes.com/christian-simbolon/pilkada-makassar-tatkala-kotak-kosong-memenangi-pilkada/full
No comments:
Post a Comment