Verifikasi
E-KTP Dapat Tangkal Kecurangan Pilkada
Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi dua tahun terakhir berhasil menerapkan cara
verifikasi data pemilih berbasis KTP elektronik pada 160 pemilihan kepala desa
di empat kabupaten. Dengan teknik ini berbagai kecurangan terungkap, antara
lain menemukan 400 NIK fiktif. Berdasarkan keberhasilan itu, BPPT mengusulkan
pemakaian verifikasi elektronik itu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU DKI
untuk pilkada pekan depan.
Hal
ini disampaikan Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari
Grahitandaru, Sabtu (11/2) di Jakarta. “Saat ini BPPT telah menyiapkan perangkat
elektronik dan aplikasi peranti lunaknya untuk mendeteksi keaslian KTP
elektronik pemilih. Untuk itu BPPT dapat memijamkan sekitar 100 perangkat
pembaca data KTP elektronik,” ujarnya. Namun, penerapannya perlu diperkuat
dengan aspek legalitasnya.
Perangkat
itu meliputi aplikasi pembaca chip dalam KTP elektronik dan menampilkan foto di
layar ponsel berbasis Android. “Telah disiapkan juga program aplikasi
smartphone NFC (Near Field Communication) untuk membaca data foto elektronik
KTP elektronik. Rata-rata 4 detik untuk dapat menampilkan foto yang dibaca dari
chip KTP elektronik,” katanya.
TPS rawan Alat e-verifikasi perlu
diterapkan di TPS rawan kecurangan, yang jumlah pemilih tambahannya terbilang
banyak. Kecurangan, menurut Andrari, berpeluang terjadi karena pemilih yang
tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya
di TPS sesuai domisili dengan menunjukkan KTP elektronik. Sesuai peraturan KPU
Nomor 10 Tahun 2016, hal ini dapat
dilaksanakan antara pukul 12.00 dan 13.00 pada 15 Februari 2017. “Ini membuka
peluang penggunaan KTP elektronik palsu hasil penggandaan oleh pemilih
tambahan. Untuk menutup potensi kecurangan itu perlu e-verifikasi,” kata
Andrari.
Sementara
itu, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Hamman Riza
menambahkan, sistem e-verifikasi pemilih telah dikembangkan dan diterapkan tim
perekayasa BPPT sejak 2015 pada pemilihan kepala desa secara elektronik.
Pilkades secara elektronis dan serentak diterapkan di Batanghari di Jambi, Musi
Rawas di Sumatera Selatan, Pemalang dan Boyolali di Jawa Tengah, serta Boalemo
di Gorontalo. Hamman yakin sistem verifikasi elektronis yang telah diterapkan
sejak 2005 ini dapat menangkal kecurangan dalam pilkada seiring maraknya isu
KTP elektronik palsu menjelang Pilkada 2017.
“Untuk
penyelenggaran pilkada yang akurat, verifikasi data pemilih di TPS tidak cukup
berdasarkan undangan saja, tapi harus diverifikasi menggunakan KTP elektronik,”
kata Andrari. Ada tiga pilihan teknologi e-verifikasi disiapkan BPPT, yaitu
hanya menggunakan aplikasi DPT, kombinasi aplikasi DPT dan alat baca NIK KTP
elektronik, dan kombinasi aplikasi DPT dengan alat baca sidik jari KTP
elektronik pemilih.
Berdasarkan
penerapan dua tahun terakhir ini, teknologi e-verifikasi dapat dijadikan
pilihan yang optimal pada pilkada/pemilu manual karena dapat mencegah pemilih
ganda, domisili pemilih tak sesuai dan NIK fiktif. Penyimpangan ini dapat
diidentifikasi karena sistem e-verifikasi dilengkapi log file yang menunjukkan
kehadiran pemilih di TPS. Ada proses penutupan data pemungutan suara sehingga
tidak bisa diubah setelah proses penutupan TPS. Dengan demikian e-verifikasi
dapat menjadi sistem kontrol proses pungut hitung suara di hari-H di TPS. “Dengan
teknologi verifikasi elektronik ini dapat terlaksana pemilu yang jujur, akurat,
transparan, dan akuntabel. Ini menjadi bukti hukum yang sah dan dapat diaudit,”
kata Andrari. (Sumber : Kompas, 11 Februari 2017,Yun)
No comments:
Post a Comment